Movie Date?
Suasana di tempat bertuliskan angka romawi XXI itu cukup ramai hari ini, sebab katanya ada beberapa film terbaru yang sedang tayang, sehingga banyak sekali orang berdatangab termasuk Zeya dan Deva.
Zeya menyeruput soda miliknya yang tadi ia beli, dan di hadapannya ada Deva juga yang tengah memainkan ponsel sambil memakan pop corn.
“Jam berapa mulai?” Tanya Zeya pada Deva.
“Lima be—“ belum sempat Deva menyelesaikan kalimatnya, suara pengumuman perihal pintu teater yang sudah dibuka terdengar. Membuat orang-orang termasuk Zeya dan Deva langsung beranjak memasuki studio yang tertera di dalam tiket mereka.
Zeya dan Deva duduk di barisan kursi C di atas. Ramai sekali orang di dalam sana. Namun untungnya tempat yang mereka dapatnya cukup kosong, sehingga Zeya dan Deva cukup leluasa.
Jujur saja, Zeya merasa sangat canggung, jantungnya bahkan berdegup tak karuan. Zeya benar-benar menyukai Deva.
Walau dari luar Zeya terlihat dingin dan cuek, tapi dalam hati ia benar-benar merasa takut. Takut jika ia tidak disukai oleh Deva.
“Kata si Bima ini film seru sih,” ucap Deva tiba-tiba ketika menit pertama film dimulai.
“Gue jarang nonton sih sebenernya, Dev,” balas Zeya membuat Deva menoleh dan terkekeh.
“Gapapa gue juga kok.”
Demi apapun, di sana gelap, tetapi Zeya bisa melihat jelas sorot mata Deva.
Jantung Zeya kembali berdegup tidak karuan. Bahkan berkali-kali ia membatin agar dirinya bisa mengontrol ekspresi wajahnya yang sepertinya memerah.
Hening, mereka berdua fokus menyaksikan film. Di tengah-tengah mereka ada pop corn berukuran sedang.
“Lo terakhir nonton kapan, Dev?” Tanya Zeya berbisik.
“Lupa gue,” jawab Deva terkekeh.
Deva fokus menyaksikan film itu, terkadang ia angkat bicara ketika merasa aneh dengan adegan film yang tengah ia tonton. Membuat Zeya diam-dian tersenyum.
Dalam kegelapan itu, sesekali mata Zeya tak henti melirik Deva yang tengah fokus menonton.
Zeya benar-benar menyukai Deva.
“Anjir!” ucap Deva pelan ketika ia merasa terkejut dengan beberapa adegan.
Zeya hanya tekekeh pelan dan berusaha mengontrol rait wajahnya.
“Diem jangan berisik!” tegur Zeya membuat Deva terkekeh pelan.
“Ya maaf.”
“Wah ini kalo gue jadi nonton sama Sena kayaknya gue bakal nyesel anjir milih film ini,” ucap Deva dengan mata yang fokus menatap film sambil memakan pop corn dengan lahap.
Jantung Zeya terasa mencelos ketika mendengar ucapan Deva.
Zeya menoleh pada Deva.
Entah Deva sadar atau tidak dengan ucapannya, tetapi lelaki itu malah terus asik menyaksikan film tanpa tahu jika sekarang Zeya tengah menahan sesak.
”Jadi awalnya mau nonton sama Sena?” Zeya membatin.
“Dev …,” ucap Zeya pelan.
“Hmm?” balas Deva tanpa menoleh.
“Gue ke toilet dulu, ya.”
Mendengar itu Deva menoleh dan mengangguk. “Oke Zey.”
Lantas setelah itu Zeya pergi dari sana meninggalkan Deva. Dan Zeya menangis di dalam toilet sendirian.
Zeya pikir, hari ini merupakan haru bahagia untuk Zeya. Tapi ternyata salah, semuanya salah. Bahkan ekspektasi Zeya sebelumnya pun salah.
“Kenapa gue selalu dijadiin opsi kedua terus, ya? Haha,” gumam Zeya sambil mengusap air matanya.