mau enggak?
Perempuan itu berdiri di bawah pohon di taman sekolah. Menunggu kedatangan seseorang yang sebelumnya meminta dirinya untuk menunggu.
“Eca!” Teriak seseorang membuat perempuan itu menoleh.
Lengkungan kecil itu tertarik ke atas kala ia mendapati seseorang berlari kecil ke arahnya.
Itu, Adhi.
Iya Adhi, seorang laki-laki yang hampir satu tahun ini ia kenal dengan baik.
Kalau diingat, lucu sekali. Saat pertama kali Adhi meminta Eca untuk berkenalan, serta segala usaha Adhi agar membuat perempuan itu nyaman di dekatnya.
“Hehe, maaf lama,” ucap Adhi pada Eca sambil menampilkan senyum menggemaskannya.
Eca terkekeh pelan, “gapapa,” ucapnya.
Entah kenapa, tiba-tiba saja Adhi merasa sangat gugup, begitu pula dengan Eca.
Sebenarnya Eca ini tidak terlalu polos untuk mengetahui tujuan Adhi mengajaknya bertemu, setelah acara kelulusan tadi.
Eca tahu, jika lelaki ini sangat ingin sekali menjadikan dirinya sebagai miliknya.
Eca juga tidak bodoh, ia paham betul. Selama ini ia memiliki rasa yang sama pada Adhi. Satu-satunya lelaki yang bisa membuat ia jatuh cinta setelah ayah.
“Ecaa ....” ucap Adhi menunduk.
“Apa Adhi?”
“Hehe, sekarang kan kita udah lulus,”
“Hmm, terus?”
“Hehehe ....”
Eca terkekeh melihat tingkah laku lelaki dihadapannya ini.
Ah benar-benar menggemaskan.
“Apa ih?”
“Eca ....”
“Apa Adhi?”
“Adhi suka banget sama Eca, dari kelas sepuluh. Tapi waktu itu Adhi baru berani chat Eca waktu kelas sebelas. Sekarang kan Adhi udah deket banget sama Eca. Kalau pulang juga suka barengan, suka belajar bareng. Pokoknya kita udah deket deh.” Ucap Adhi panjang lebar.
Eca lagi-lagi terkekeh, “iyaa tau, terus kenapa, Adhi?”
“Eca”
“Mau enggak jadi pacarnya Adhi?”