Makasih

Haikal menghembuskan napasnya berat, sesaat setelah ia membaca pesan dari Sandara.

Haikal lalu beranjak, ia meraih jaket dan juga meraih kunci mobilnya.

Sebelum keluar ia terlebih dahulu mengetuk pintu kamar anaknya, dimana ada Ralita disana.

“Sayang ...” ucap Haikal sambil perlahan membuka pintunya.

Terlihat Ralita yang tengah menepuk punggung Caca. Suara pintu terbuka membuat Ralita menoleh.

“Eh kenapa? Jangan deket-deket ih,” ucap Ralita.

Haikal terkekeh sejenak.

“Enggak, aku disini.”

“Kenapa yah?” Tanya Ralita.

“Aku mau keluar sebentar, ke panti.”

“Loh kenapa?”

“Katanya Rivan sakit, badannya panas banget. Hasan lagi pulang katanya,” ucap Haikal.

“Boleh, gak?”

Sejenak Haikal terdiam, kemudian ia kembali bersuara.

“Eh apa aku pesenin grabcar aja, ya?” Lanjut Haikal lagi.

Ralita beranjak dari tidurnya, kemudian ia duduk menghadap Haikal yang tengah berdiri di ambang pintu.

“Pergi aja gapapa. Kalo grabcar jam segini takut. Udah mau jam dua belas juga,” ucap Ralita.

“Gapapa?” Tanya Haikal memastikan.

Ralita tersenyum. “Gapapa yah, pergi aja. Kasian takut ada apa-apa,” ucap Ralita.

Haikal mengerucutkan bibirnya sambil merentangkan kedua tangannya.

“Mau peluk dulu.”

Ralita terkekeh, kemudian ia beranjak mendekati Haikal dan memeluknya sekilas

“Dah, sana cepet, aku tahan napas nih takut muntah,” ucap Ralita membuat Haikal tertawa.

“Yaudah aku ke panti dulu ya, aku kunci pintunya.” Ucap Haikal mengecup pucuk kepala Ralita.

“Hati-hati Yah.”

-

Sesampainya di rumah sakit, Haikal dan juga Sandara buru-buru membawa Rivan yang masih berusia tiga tahun ke Unit Gawat Darurat. Tak lama setelah itu Rivan segera di tangani.

Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya dokter mengatakan jika Rivan perlu di rawat inap sebab anak itu mengalami Demam Berdarah.

Haikal menghela napasnya, kemudian ia mengangguk setuju perihal Rivan yang akan dirawat inap di rumah sakit itu.

Haikal berjalan ke ranjang dimana Sandara tengah mengusap pucuk kepala Rivan.

Haikal sejenak terdiam memperhatikan Sandara yang tengah menangis di sampingnya sambil mengenggam tangan Rivan yang tengah memejamkan matanya.

“Jangan nangis, Rivan gapa—“ belum sempat Haikal menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba saja ia dikagetkan sebab perempuan itu memeluk Haikal spontan.

“Makasih banyak, makasih banyak,” ucap Sandara sambil memeluk Haikal.

“I-iya ....” ucap Haikal sambil berusaha melepaskan pelukan itu.

“Sandara s-sorry, bisa dilepas?”

“Eh, maaf, maaf ...” Sandara langsung melepaskan pelukan itu.

Buru-buru Haikal melangkah berpindah posisi agar tidak terlalu dekat dengan sandara.

“Saya pulang dulu. Kabari saya kalau Rivan sudah pindah kamar.”

Sandara hanya terdiam.

Haikal lalu melangkah pergi dari sana. Sedangkan Sandara menatap daksa Haikal yang mulai menjauh.