maaf
Bina menghela napasnya kala membaca pesan dari Haikal, lalu dengan terpaksa ia melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamar itu.
Bina menatap Haikal malas saat melihat Haikal berdiri di depan pintu kamar itu.
“mana rokoknya?” Tanya Haikal.
“Gak ada rokok.” Jawab Bina.
“Rokok, Bin.” Pinta Haikal lagi.
“Gak ad—“
“MANA ROKOKNYA!” Bentak Haikal membuat Bina terkejut.
Lalu dengan ragu Bina memberikan sebungkus rokok dari sakunya kepada Haikal.
Lelaki itu menatap Bina dengan tatapan marahnya, lalu sedetik kemudian ia meremas rokok itu agar hancur.
Bina terdiam.
“Udah berapa kali aku bilang, Bin. Jangan ngerokok lagi.”
“Kenapa sih? Kenapa selalu rokok yang kamu cari disaat lagi ada masalah?” Tanya Haikal.
Bina menatap Haikal dengan tatapan tidak sukanya.
“Kamu tau enggak alesan aku ngerokok apa?” Tanya Bina dingin.
“Apapun alasannya aku gak su—“
“Gara-gara kamu.” Ucap Bina memotong kalimat Haikal.
Haikal terdiam.
Bina terkekeh.
“Ta, Ta, Ta, Ralita. Selalu aja,” ucap Bina yang kini menatap Haikal.
Demi apapun, Bina tidak ingin marah, namun emosinya begitu menguap.
“Ini Ralita? Wajah aku mirip Ralita, iya? Sampai-sampai kamu salah ngomong, hah?” Ucap Bina sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Bukan gitu ....” ucap Haikal.
“ Bina lagi-lagi terkekeh.
“Sebenernya aku gak mau bahas ini, kak. Tapi aku enggak bisa nahan.”
“Kenapa sih?”
“INI BINA, HAIKAL! BUKAN RALITA.” Tiba-tiba saja nada bicara Bina meninggi sambil menunjuk dirinya sendiri.
“INI BINA, BUKAN RALITA!” Ucapnya lagi kemudian air mata keluar dari pelupuk matanya.
Haikal terdiam, lalu dalam diamnya itu ia merutuki kebodohannya sendiri.
“Bukan sekali dua kali kamu kayak gini, kak.”
“Dari dulu juga. Tapi aku diem.”
“Aku pikir setelah sekian lama kamu udah bisa lupa, tapi ternyata enggak.”
“Bahkan disaat status kita udah berubah pun, bisa-bisanya kamu kayak gitu.” Ucap Bina yang kini terisak.
Haikal menghela napasnya, kemudian lenganya bergerak untuk menggenggam tangan perempuan itu.
Bina menepis tangan Haikal.
“Udahlah, kalo gini caranya kita u—“ belum sempat Bina menyelesaikan kalimtanya, Haikal langsung menarik tubuh perempuan itu ke dalam pelukannya.
“Enggak!” Ucapnya sambil memeluk Bina pelan.
Bina terisak.
“Maaf, maaf ...”
“Jangan ngomong itu, aku gak mau enggak.” Ucap Haikal mengeratkan pelukannya.
“Maaf,”
“Maafin aku ....” lirih Haikal