Maaf Bikin Khawatir.
Jalanan kota malam ini terlihat sedikit padat, ditambah hujan yang semakin lama semakin deras. Untung saja tadi, ketika Raka mengajak Sena makan, hujan tidak begitu deras seperti sekarang.
Terdengar helaan napas dari perempuan di samping Raka. Membuat lelaki itu menoleh. “Kenapa?”
Sena menggeleng. “Gapapa haha. Hujannya gede terus macet,” ucap Sena.
Raka hanya terkekeh pelan, kemudian tanpa aba-aba tangan Raka bergerak menggenggam jemari kecil milik Sena yang terlihat sangat pas di genggamannya.
Lelaki itu mengusap-ngusap jemari kecil Sena, berusaha memberikan hangat supaya kekasihnya itu tidak kedinginan.
Sena hanya tersenyum kemudian ia pun menggenggam jemari Raka dan balik mengusapnya lembut.
“Ih kukunya belum dipotong,” ucap Sena sambil memainkan jari Raka.
“Potongin,” balas Raka membuat Sena menggeleng.
“Nanti aja, sekarang gak ada alat potong kukunya.”
Raka terkekeh, kemudian ia menatap Sena.
“Cantik banget kamu,” ucapnya.
“Emang,” balas Sena percaya diri yang lagi-lagi membuat Raka tertawa.
“Iya paling cantik pacar aku,” ucap Raka membuat Sena tertawa.
Saat mereka tengah berbincang membicarakan banyak hal, tiba-tiba saja ponsel Raka berbunyi, menampilkan beberapa notifikasi pesan.
Raka menoleh kemudian ia menghela napasnya.
“Siapa?” Tanya Sena.
“Buka aja,” ucap Raka.
“Boleh?”
Raka mengangguk, kemudian setelah itu Sena langsung saja membuka pesan yang Raka terima.
Dahi Sena mengerut membaca pesan itu. “Ini siapa, Ka?”
“Sepupunya Deva.”
Demi apapun, jantung Sena berdegup tak karuan ketiak mendengar itu. Rasanya ia ingin marah saat ini juga.
Raka melihat perubahan wajah Sena.
“Bales aja yang,” ucap Raka.
Sena terdiam sejenak. Entahlah kenapa rasanya ia takut sekali.
“Aku udah bales,” jawab Sena kemudian kembali menyimpan ponsel Raka.
“Dia suka chat kamu?”
Raka menggeleng. “Enggak, cuma beberapa kali aja, nanyain si Deva sama waktu itu ngirim foto.”
“Kamu minta?”
Raka menggeleng dengan cepat. “Enggak sumpah.”
Sena menunduk memainkan jarinya.
Susana macet dan hujan kali ini benar-benar terasa sendu menurut Sena.
Pikirannya bahkan jadi tak karuan akibat pesan itu.
Raka menyadari jika Sena menjadi murung.
Raka menghela napasnya kemudian ia mengusap kepala Sena lembut.
“Jangan overthinking, ya? Aku gak ngapa-ngapain kok. Kan aku udah janji.”
“Maaf bikin khawatir …,” lirih Raka yang kemudian ia menarik Sena ke dalam pelukannya.
Wangi tubuh Raka benar-benar selalu jadi kesukaan Sena.
“Iya,” gumam Sena kemudia mengeratkan pelukannya pada Raka.