maaf

Esa tersenyum melihat perempuan yang duduk disampingnya. Sambil mengusap pelan lengan perempuan itu.

“Jangan cemberut,” ucap Esa.

Saras hanya menghela napasnya.

“Fokus nyetir aja,” ucap Saras.

Entahlah, perasaan Saras saat ini tidak sebahagia kemarin-kemarin.

Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati perempuan itu.

Fokus Saras teralihkan saat mendapati ponsel Esa yang terus bergetar.

Esa pun hanya melirik sekilas pada ponselnya tanpa berani membuka.

“Buka dulu, berisik,” ucap Saras.

Esa menoleh, kemudian mengangguk menuruti perkataan Saras.

Untung saja, mereka berada di tengah-tengah kemacetan saat ini. Sehingga Esa tidak perlu membuka ponsel sambil menyetir.

Entah pesan dari siapa yang datang saat ini. Namun Saras bisa melihat jika raut wajah Esa bener-bener terlihat cerah.

Pikiran Saras terus saja bertanya-tanya

Siapa yany chat?

Kenapa Esa keliatan seneng

Hanya itu yang terus saja berputar dipikiran Saras.

Esa menoleh pelan pada Saras yabg tengah fokus melihat jalanan.

“Bukan siapa-siapa,” ucap Esa.

“Jangan takut,” ucapnya, seolah tahu jika perempuannya itu sedang mengkhawatirkan sesuatu.

Saras menoleh, “engga kok, gapapa.”

Esa menghela napasnya.

“Mau liat? Nih buka aja,” ucapnya.

Saras mengerutkan alisnya, lalu sedetik kemudian ia menggeleng.

“Gak usah, bukan hak aku. Aku percaya kok,” ucap Saras tersenyum.

Tiba-tiba saja Esa menarik tubuh Saras kedalam pelukannya.

“Maaf ya ....” ucap Esa sambil mengecup pelan pucuk kepala perempuan itu.

Saras terdiam sejenak saat Esa menariknya kedalam pelukan itu. Lalu, sesaat kemudian Saras balik memeluk tubuh Esa.

Perempuan ini sangat merindukannya.

Wangi tubuh yang selalu menjadi ciri khas lelaki itu benar-benar Saras rindukan.

Tanpa sadar, Saras terisak pelan dalam pelukan itu.

Ia benar-benar tidak ingin kehilangan Esa.

“Hei, kok nangis?”

Saras menggeleng pelan dalam pelukannya.

“Kangen ....” lirih Saras.

Esa terkekeh pelan.

“Maaf ya ....”

“Maaf karena akhir-akhir ini aku cuek,” ucap Esa sambil mengusap pelan pundak perempuannya itu.

“Esa ....” lirih Saras mengeratkan pelukannya.

“Jangan kayak kemarin lagi, takut .... “lirihnya lagi.

Esa tersenyum pelan.

“Maaf, maaf, ya?”

“Aku gak bakal kemana-mana, jangan takut.”