Maaf
Deva menyusul Zeya yang kini tengah berdiri di pinggir jalan menunggu taxi.
“ZEY!” Teriak Deva.
Seolah tuli, Zeya mengabaikan Deva yang kini sudah mendekat ke arahnya.
Deva meraih tangah Zeya namun perempuan itu menepisnya.
“Denger dulu, bukan gitu. Beneran aku juga kaget sayang please …,” lirih Deva berusaha menjelaskan.
Zeya menahan tangisnya.
Ia benar-benar sakit hati ketika tadi melihat Mima yang mencium Deva begitu saja dan juga respon Deva yang hanya terdiam.
“Aku beneran gak ada niat kayak gitu, denger d—“
Ucapan Deva terpotong ketika Zeya menoleh padanya.
Terlihat wajah Zeya yang sudah membengkak.
Zeya manatap Deva, dan ia menangis.
“Gue salah apa sih sama lo, Dev”
“Sayang gak gi—“
“Lo tau gak?”
“Ini ulang tahun terburuk yang pernah gue dapetin. Makasih, ya?” ucap Zeya yang kemudian berusaha melepaskan genggaman Deva.
“Kita udahan aja Dev, gue gak mau. Lo semua ngegampangin banget perasaan orang, gue gak suka.”
“Udahan aja, terserah lo abis ini mau ngapain sama Mima atau sama siapapun juga, gak peduli gue,” ucap Zeya sebelum akhirnya ia pergi ketika Taxi pesanannya datang.
“Zey!” Deva berteriak frustasi, Deva menangis ketika melihat Zeya yang pergi begitu saja.
Tidak, bukan seperti ini seharusnya.
Padahal Deva sudah menyiapkan segalanya dengan baik, ia bahkan membeli sebuah cincin untuk Zeya.
Deva menjatuhkan tubuhnya dan mengumpat pada dirinya sendiri.
Lantas tiba-tiba saja Mima datang.
“Dev maaf, karena gue semuanya hancur, maafin gue Dev …,” lirih Mima yang kemudian memeluk Deva berusaha menenangkannya.
U