Kilas Balik.
Bagi seseorang seperti Bina, hidup dalam kebebasan merupakan caranya menjalani hidup setiap hari. Mempunyai uang dan semua hal tentu saja merupakan point penting yang harus selalu Bina pertahankan.
Lahir dari keluarga ternama dan terpandang media pun merupakan salah satu keberuntungan hidup perempuan itu.
Bina panggilannya, gadis yang mempunyai kepribadian ceria, keras, dan bahkan keras kepala.
Bina ini merupakan seorang putri pertama dari keluarga Asika, keluarga yang terjun di bidang fashion dan entertaiment.
Sejak kecil, Bina ini selalu hidup dengan kemewahan, apapun yang ia mau pasti ia dapat. Ditambah lagi, sejak Bina kecil, orang tuanya selalu memberikan apapun untuk Bina, mereka bilang kalau materi itu adalah bentuk kasih sayang.
Beranjak dewasa, Bina menjadi perempuan cantik, juga pintar. Banyak sekali lelaki yang ingin dekat dengannya, ditambah ia adalah putri Asika. Lelaki mana yang tidak ingin bersama dengan wanita seperti Bina. Meskipun Bina tumbuh dengan kebebasan.
Club malam dan semacamnya adalah bagian dari hidup Bina sejak ia berusia enam belas tahun, bersama dengan sahabatnya yaitu Reno, mereka berdua tumbuh bersama.
Semakin dewasa entah kenapa Bina semakin berontak dan keras, ia selalu saja berdebat dengan kedua orang tuanya. Entah itu perihal masalah kecil atau besar sekalipun, Bina selalu berontak, sebab ia tidak suka dengan cara orang tuanya dalam mendidik.
Waktu itu, Bina yang berusia delapan belas tahun memiliki seorang adik kecil, ia senang sekali karena ia merasa bahwa hidupnya tidak akan lagi kesepian. Namun entah kenapa ibu Bina selalu saja menitipkan sang adik agar di asuh oleh orang lain yang bekerja di rumahnya. Ia makin sadar jika ternyata selama ini, materi saja tidak akan cukup untuk memenuhi kasih sayang. Dan bisa dibilang, Bina merupakan anak yang kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
“ya gak gitu ma, LIAT ADEK! DIA MASIH KECIL, PLEASE LAH BERHENTI DULU URUS KERJAAN!” teriak Bina kala itu pada ibunya.
Namun bukannya pembelaan yang ia dapat, Bina justru mendapat tamparan dari sang ayah, ”anak kurang ajar!” ucap sang Ayah pada Bina.
Kala itu, Bina hanya terkekeh pelan, kemudian ia menatap benci pada kedua orang tuanya dan setelah itu ia memutuskan untuk tinggal sendirian. Namun meskipun begitu, kedua orang tuanya masih selalu memberikan uang pada Bina.
Hidup Bina berjalan seperti biasa, ditemani dengan Reno sahabatnya, ia selalu merasa aman. Sebab, Reno ini selalu mampu memberi hangat bagi Bina yang diam-diam terluka. Sebab, Reno ini selalu mampu memberi tenang perihal keresahan juga ketakutan Bina.
Sampai akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menjalin kasih pada usia dua puluh tiga tahun.
Bina bahagia, apalagi setiap hari ia bersama Reno, dan apapun yang ia inginkan dan ia lakukan, Reno akan selalu memberikannya, apapun itu.
Waktu berjalan sesuai apa yang Bina harapkan, meskipun ia sudah jarang pulang kecuali menemui sang adik.
Hingga saat Bina berusia dua empat tahun, tiba-tiba saja berita mengenai kebangkrutan dari bisnis orang tuanya mulai tersebar. Bina yang memang tidak pernah ingin tahu pun lantas terkejut, apalagi saat tiba-tiba saja semua kartu miliknya tidak bisa digunakan.
Hampir satu tahun lamanya keluarga Asika hidup dalam kerugian akibat hutang sang ayah. Bahkan Bina pun tidak pernah tahu hutang apa dan untuk apa itu.
Kehilangan masa kejayaan orang tua, memang menjadi dampak besar bagi kehidupan Bina. Apalagi enam bukan setelah kabar itu, tiba-tiba saja Bina mendapat kabar bahwa Ibu, Ayah, serta Adiknya mengalami kecelakaan pesawat saat akan pergi ke luar negeri, dan ya, sejak saat itu Bina hancur sehancur-hancurnya.
Meskipun Bina selalu bersikap seolah ia membenci, tapi jauh di dalam hatinya ia sangat menyayangi kedua orang tua serta adiknya, namun sayang, mereka justru meninggalakan Bina sendirian.
Awalanya Bina tidak terlalu khawatir, sebab ia mempunyai saudara juga teman-teman yang ia pikir peduli. Namun ternyata, setelah kebangkrutan itu, temean bahkan keluarga dekat pun menjauh dan seolah tutup mata akan kehadiran Bina, dan waktu itu hanya Reno yang ada disampingnya.
Reno yang merangkul dan memberi semua hal pada Bina.
Bina memasuki usia dua puluh lima tahun, tepatnya satu tahun setelah kejadian itu. Hidup Bina masih dibilang cukup baik karena mempunyai Reno. Namun entah kenapa, hari itu, mereka berdua bertengkar hebat. Reno marah pada Bina lantaran ia pikir, Bina sudah bermain dibelakangnya dengan laki-laki lain, sebab sebelum kemarahan ini, Reno melihat Bina pergi ke sebuah hotel.
Mereka bertengkar hebat sampai-sampai Reno hilang kendali dan berakhir menampar Bina. Dan sejak saat itu Bina selalu takut akan kehadiran Reno. Ia takut sangat takut, namun jauh di dalam hatinya ia ingin terus bersama Reno.
“anjing lo!” umpat Bina sesaat setelah Reno menamparnya kala itu.
Reno hanya terdiam, ia lalu bergegas pergi meninggalkan Bina sendirian di pinggir jalan, ”jangan harap gue nemuin lo lagi, Bin.” ucap Reno lalu pergi meninggalakan Bina.
Bina saat itu hanya bisa menangis. Lantaran satu-satunya tumpuannya pergi akibat kesalah pahaman yang tidak pernah sempat Bina katakan.
Bina bahkan tidak mengerti kenapa Reno dengan mudahnya meninggalkan Bina dan memilih pergi ke luar negeri hanya untuk mengindari sosok Bina.
Dan setelah kepergian Reno juga Bina kembali hancur. Ia tidak punya apa-apa, bahkan untuk sekedar mengeluh pun ia tidak punya tempat.
Tiba saat Bina menginjak usia dua puluh enam tahun, tepatnya saat ia selalu dikejar-kejar perihal tagihan, Bina memutuskan untuk mencari pekerjaan demi bisa menghidupi dirinya sendiri. Meskipun pada kenyataannya ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya bekerja dibawah orang lain, sebab selama ini Bina lah yang selalu memerintah.
Tapi mungkin namanya takdir, akhirnya Bina diterima oleh perusahaan Adhiwijaya lebih tepatnya perusahaan milik seseorang yang sekarang menjadi rumahnya.
Kehadiran Haikal di hidup Bina kala itu sangat-sangat membuat Bina bersyukur, sebab ia merasa mempunyai seseorang yang akan menopang hidupnya. Bina merasa jika kehadiran Haikal ini adalah takdir Tuhan yang akan memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik.
Dan juga, perihal Haikal. Secara tidak sadar, Bina sudah menggantungkan hidupnya pada Haikal, tidak peduli perihal apa yang terjadi pada hidup Haikal dulunya. Yang ia mau hanyalah rumah dalam diri Haikal untuk dirinya mengeluarkan segala beban dan rasa sakit.