ketakutan

Dengan pelan, lelaki itu menyusuri setiap sisi kota siang ini. Bersama dengan perempuan yang daritadi selalu setia mengusap pelan lengan lelaki itu, guna memenangkannya.

“Istirahat dulu, ya?” Ucap Rachel, pada Juang saat mereka tengah menepi di pinggir jalan.

Juang menggeleng pelan, “enggak mau .... Aku belum ketemu Bunda,” ucap Juang lirih.

Sesak.

Itu yang Rachel rasakan.

Perempuan ini pun, bahkan bisa merasakan ketakutan luar biasa pada diri Juang.

“Achel ....” Juang berucap.

“Hmm? Kenapa?”

“Capek, ya? Mau makan dulu?” Tanya Juang.

Rachel menggeleng pelan, ia kemudian memperhatikan wajah lelah lelaki dihadapannya.

“Muka kamu pucet, istirahat, ya? Abis itu lanjut lagi nyari Bunda,” ucap Rachel.

Juang menghela napasnya.

“Achel ....”

“Apa?”

“Gimana kalau Bunda beneran ninggalin aku sendirian?” ucapnya lirih.

“Juang ....“

“Rachel, aku gak punya siapa-siapa lagi selain Bunda .....”

“Dari dulu ....

cuma Bunda yang selalu ada buat aku. Dari kecil Achel, cuma Bunda yang selalu ada buat aku. Bahkan disaat ayah mutusin buat ninggalin aku sama Bunda.”

Dengan pelan, perempuan itu menarik tubuh lelaki dihadapannya kemudian ia merengkuhnya dengan sangat hati-hati.

Rachel tahu, ia sangat tahu. Jika lelaki ini dari dulu memang selalu rapuh.

Juang rapuh.

“Juang ....“

“Achel, takut, takut banget ....” lirihnya dalam pelukan perempuan itu.