Kepulangan.

Tanpa basa-basi lagi, Haikal segera berangkat menuju tempat yang dimaksud.

Tidak perlu waktu lama, Haikal sudah sampai disana. Lalu ia berlari mencari keberadaan perempuannya.

Tempat ini, tempat kesukaan yang selalu mereka datangi. Haikal merindukannya.

Netra lelaki itu menelisik setiap sisi tempat itu, berharap menemukan sosok yang selama ini ia tunggu kepulangannya.

Netra Haikal bergerak kesana kemari, hinggak akhirnya netra kecoklatan itu bertemu dengan sosok itu.

Iya, Ralita. Perempuan itu berdiri tepat di hadapannya.

Tanpa menunggu lagi, Haikal langsung berlari kemudian tanpa basa-basi ia mendekap tubuh itu. Tubuh yang selalu ia rindukan kehangatannya.

Haikal memeluk Ralita dengan sangat erat tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Tujug tahun, tujuh tahun ia menantikan waktu ini. Waktu dimana ia bisa kembali memeluk perempuannya.

“Ta ....” ucapnya dengan nada suara bergetar.

Haikal menyembunyikan wajahnya di pundak Ralita. Kemudian ia mengeluarkan semua kerinduannya terhadap perempuan ini.

“Ta .... kamu pulang,” ucap Haikal yang semakin mengeratkan pelukannya.

Dalam pelukan itu Ralita terisak, kemudian ia juga mendekap erat tubuh Haikal.

“Iya, aku pulang, Haikal ....” ucap Ralita.

“Maaf, maaf karena baru datang ....” lirih Ralita.

Haikal kemudian melepaskan pelukannya.

Ditatapnya wajah Ralita, bahkan sorot mata Haikal ini benar-benar menunjukan jika dirinya sangat merindukan perempuannya.

Jemari Haikal bergerak mengusap setiap bagian dari wajah Ralita, ia mengusapnya dengan sayang.

Wajah ini, wajah yang ia rindukan.

Demi apapun, saat ini Haikal tengah menangis di hadapan Ralita.

Ia benar-benar sangat bahagia atas kepulangan perempuan itu.

Ralita menatap Haikal, kemudian jemarinya juga bergerak mengusap wajah dan air mata Haikal.

“Apa kabar?” Ucap Ralita lirih.

Haikal memejamkan matanya sambil merasakan usapan lembut dari jemari Ralita.

Haikal tidak menjawab pertanyaan Ralita, ia hanya terdiam sambil berusaha menahan tangisnya.

Haikal terlalu merindukan Ralita.

“Haikal ....”

“Maaf ....” lirih Ralita.

Haikal menggeleng pelan, ia kemudian mengusap lembut pucuk kepala Ralita.

“Cantik, selalu cantik,” ucap Haikal menatap Ralita tulus.

Bahkan setelah tujuh tahun berlalu, bagi Haikal, Ralita tetap sama. Selalu cantik dan selalu berhasil membuatnya jatuh cinta.Haikal sangat merindukannya.

Perempuan dihadapan Haikal ini menatap netra Haikal.

Sesak, itu yang ia rasakan.

Banyak sekali hal yang ia lewatlan selama tujuh tahun terakhir ini.”

“Haikal, baik-baik aja, ya? Anak hebat” ucap Ralita tersenyum.

“Aku baik, Ta. Liat, aku baik-baik aja,” ucap Haikal tersenyum.

Ralita menatap setiap bagian yang ada pada diri Haikal.

Tidak banyak yang berubah, hanya bagian wajahnya saja yang terlihat semakin dewasa.

“Haikal ....” lirih Ralita.

“Ta, banyak yang mau aku ceritain, banyak yang mau aku tunjukin sama kamu,” ucap Haikal.

“Liat, Ta. Aku berhasil, aku berhasil jadi apa yang orang-orang mau, Ralita aku berhasil ....” ucap Haikal bersamaan dengan air matanya yang jatuh.

Ralita menatap Haikal, lalu ia mengusap wajah Haikal lembut.

“Ayo, Ta kita pulang, aku ceritain semuanya. Ayo mulai lagi dari awal. Banyak hal yang pengen aku bagi sama kamu, ayo mulai lagi, Ta .....” ucap Haikal dengan sorot mata yang menyiratkan banyak sekali harapan.

Ralita hanya terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Ta, ayo. Aku udah nyiapin semuanya, buat kamu, buat kitaz Tujuh tahun, Ta. Tujuh tahun aku nunggu ini, jadi ayo pulang. Aku pengen minjem peluk kamu lagi, aku kangen. Aku pengen dimarahin kamu lagi, aku pengen lewatin semuanya lagi bareng kamu....” ucap Haikal yang kini menggenggam erat jemari Ralita.

“Aku bakal bilang sama ayah kamu kalo sekarang Haikal yang dulu udah berubah. Ayo, Ta. Aku bakal buktiin kalo sekarang aku pantas buat ada disamping kamu.” Ucap Haikal lagi.

“Ayo ketemu ayah, abang sama ibu, sama mama. Ayo, Ta. Aku bakal kenalin kamu ke semua orang. Aku bakal bilang sama dunia kalau perempuan kesayangan aku udah disini, udah pulang.”

“Mau, ya, Ta? Kita ulang lagi semuanya dari awal, ya?” Ucap Haikal memohon.

“Jangan pergi lagi, ya, Ta?”

Demi apapun, Haikal tidak ingin kehilangan lagi.

Cukup, ia tidak ingin lagi.

Ralita menatap wajah Haikal, kemudian ia menjatuhkan air matanya lagi.

“Haikal ....” ucap Ralita lagi.

Kemudian tangannya bergerak merogoh kantung hitam yang ia bawa.

Netra Haikal bergerak mengikuti pergerakan jemari Ralita.

“Ta ....” ucap Haikal.

“Haikal maaf ....” lirih Ralita menunduk dan menangis.

Haikal menggeleng, “becanda?”

Ralita menggeleng pelan.

“Minggu depan ....”

“Datang ke pernikahan aku, ya?”