Kenapa selalu bunda?

Ah, kenapa harus ke rumah ini?

Lelaki itu menghela napasnya, kala Wira sang adik membawanya kesana.

“Wir, pulang aja ke rumah Bunda,” ucap Juang pada Wira.

Wira yang sedang menyetir hanya menoleh sekejap, kemudian berdecak.

“Bunda kan gak ada kak,” ucapnya.

“Ya ga—“

“Gak usah keras kepala kayak bunda, coba pegang badan lo kak, demam.” Ucap Wira.

Juang terdiam, dan yang bisa ia lakukan saat ini hanya pasrah saja.

Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di rumah itu.

Sejujurnya Juang tidak ingin masuk ke rumah ini, meskipun pada kenyataannya ini adalah rumah sang ayah, tapi tetap saja. Di rumah ini Juang selalu merasa asing, sangat asing.

“Nanti kakak tidur aja di kamar adek,” ucap Wira.

Juang menoleh pada Wira, lalu tersenyum pelan sambil mengacak pelan pucuk kepala sang adik.

“Adek pulang,” ucap Juang.

“Darimana?” Ucap seorang wanita paruh baya.

“Jemput kakak,” ucap Wira.

Juang hanya tersenyum.

Wanita paruh baya itu hanya menatap Juang lalu tersenyum tipis.

“Kenapa?”

“Ayo ka—“

“Mama nanyain kakak kamu Wira, sebentar.”

Wira menghela napasnya.

“Kakak kehujanan, di rumah gak ada siapa-siapa. Kenapa? Gak boleh Wira bawa kakak ke rumah ayah?”

Lagi-lagi wanita itu hanya tersenyum.

“Kemana bundamu?” Tanyanya pada Juang.

Juang terdiam, karena ia juga tidak tahu kemana bundanya pergi malam ini.

“Ah, paling keluyuran di bar mungkin?” Celetuk wanita itu di hadapan Juang.

“Maksudnya?” Tanya Wira.

“Bukannya bunda kalian dari dulu suka main ke bar, ya? Makanya pernikahan bunda kalian sama ayah kalian berakhir, itu semua gara-gara bunda kalian yang gak tau diri,” ucapnya sambil tersenyum tipis.

Juang menatap wanita itu, kemudian ia tersenyum.

“Tante, maaf ya, kalau memang tante gak suka sama Juang gapapa kok, tapi jangan jelekin bundanya Juang sama Wira, ya?” Ucap Juang sambil tersenyum.

Sakit, sangat sakit.

Kenapa selalu Bunda yang dianggap remeh?

Kenapa selalu Bunda yang dihina?

Kenapa selalu Bunda?

Juang tidak peduli jika istri dari ayahnya ini tidak menyukai kehadiran Juang, tapi tolong, Juang tidak ingin jika Bundanya direndahkan seperti ini.

Juang lebih rela jika dirinya yang dihina, Juang lebih rela jika dirinya yang di sakiti ketimbang Bunda.

“Saya cuma bicara fakta saja Juang,” ucapnya lagi.

Di sampingnya ada Wira yang sudah mengepalkan tangannya.

Juang merasakan jika napas sang adik mulai tidak stabil, ia kemudian mengusap pelan pundak Wira.

“Tante, Juang izin tidur disini semalam, ya?”

Dengan senyum sinisnya wanita itu hanya mengangguk.

“Ya silahkan, toh kamu juga kakaknya Wira, silahkan saja,” ucapnya kemudian beranjak dari hadapan Wira serta Juang.

Wira menatap Juang.

“Kak ....”

Juang tersenyum “Gapapa Wira, Bunda gak kayak gitu kok, percaya kakak, ya?” Ucapnya lalu ia mengusap pelan Wira.