kembali jatuh
Lelaki berumur delapan belas tahun itu terduduk sambil terus menggenggam sebotol air putih.
Matanya menyipit, kala bibirnya tertarik membentuk lengkung menggemaskan.
Di sebrangnya, ia tengah memperhatikan sosok perempuan yang sejak lama ingin ia dekati.
“ECA SEMANGAT!” Teriak Adhi.
“Alay,” sahut Wangsa—teman sekelas sekaligus sohibnya.
Adhi hanya mendecih, “sirik.”
“ECA SEMANGAT!” Lagi, Adhi berteriak.
Disana, yang diteriaki hanya tersenyum sembari sesekali melambaikan tangannya pada Adhi.
“Cantik banget Ya Allah,” gumam Adhi pada perempuan itu.
Adhi ini tidak pernah sekalipun merasa begitu kagum sekaligus suka pada seorang perempuan.
Tidak, bukan tidak menyukai perempuan. Hanya saja, baru kali ini ia sebegitu jatuhnya pada sosok Eca.
Bahkan, jika boleh jujur. Sudah sejak kelas sepuluh ia diam-diam memperhatikannya.
Adhi hanya bisa tersenyum manis, kala netranya menatap Eca yang tengah tertawa bersama teman-teman teamnya.
Dan lagi, lelaki berusia delapan belas tahun itu kembali jatuh pada pesona Eca.
“Cantik,”