Kecewa
Jinan—anak itu menunduk ketika ia berhadapan dengan Caca dan juga Jericho.
Lelaki yang lebih tua di hadapan Jinan pun mulai angkat suara. “Jadi adek kenapa?” Tanyanya lembut.
Jinan hanya terdiam, sedangkan Caca menatap Jinan lelah. “Jawab adek ….” Sahut Caca.
Jika saja kalian tahu, Caca ini baru saja pulang dari rumah sakit setelah kemarin sempat dirawat selama beberapa hari. Dan dirinya malah mendapat kabar jika Jinan tengah menghadapi sebuah masalah besar.
Untuk alasan kenapa Caca tahu. Sebab dirinya mengikuti beberapa teman Jinan termasuk Aditya. Salah satu anak yang sangat tidak Caca sukai.
Berkali-kali Caca mengatakan pada Jinan agar jangan terlalu dekat dengan Aditya. Namun tetap saja.
Sungguh, Caca tidak ingin marah saat ini. Ia masih merasa sangat lemah. Namun mau tidak mau, ia juga harus menyelesaikan masalah yang tengah di hadapi sang adik.
“Kakak, Om Iko … maafin adek,” ucap Jinan menunduk.
Sebenarnya Jericho masih tidak tahu kesalahan apa yang Jinan lakukan sampai-sampai Caca menelepon dirinya sambil menangis dan berakhir membuat Jericho pulang lebih cepat, Padahal dirinya sedang di luar kota.
“Jangan minta maaf. Kakak sama Om Iko gak mau denger maaf kalau belum tau masalah sebenernya apa. Yang jelas kakak tau, adek udah bohong ke kakak. Bilang mau pulang malah kelayapan tengah malem. Dan kakak liat postingan temen adek kalo adek peluk-pelukan sama perempuan malem-malem.”
“Kenapa? Adek minum? Sejak kapan adek gitu? Ngikutin siapa? Adek mau dipandang keren karena adek meluk perempuan tengah malem sambil minum?” Tanya Caca berki-kali sedangkan Jinan masih menunduk.
Di samping Caca, jemari keriput Jericho bergerak menenangkan keponakan kesayangannya itu. “Pelan-pelan, kak. Denger dulu penjelas adek …” ucap Jericho.
Setelah berbicara seperti itu pada Caca, Jericho kemudian menatap Jinan lalu menghela napasnya. “Adek minum?” Tanya Jerico, sedangkan Jinan hanya mengangguk pelan.
“Coba ceritain. Adek udah gimana aja selain yang dibilang sama kakak?” Tanyanya lagi.
Jinan terdiam sejenak. Kemudian dengan ragu, Jinan memberikan ponselnya pada Jericho, membuat pria paruh baya itu keheranan.
Belum sempat Jericho angkat bicara lagi. Matanya membulat, hatinya mencelos ketika ia membaca sebuah pesan di ponsel itu.
Caca memperhatikan raut wajah Jericho, lalu tanpa aba-aba ia merebut ponsel itu dari genggaman Jericho.
Netra Caca fokus membaca rentetan pesan itu. Napasnya mulai tak beraturan, tangannya mengepal erat, matanya bahkan memerah.
Dengan tatapan marahnya Caca kemudian menatap Jinan. “Tanggung jawab? Gila lo ya?” ucap Caca dengan nada suara yang meninggi.
“Tanggung jawab apa maksudnya? Lo beneran ngelakuin itu? Ji … lo beneran lakuin itu, hah?!”
Jinan terdiam, lantaran ia juga kebingungan.
“LO UDAH GILA JINAN! GAK ADA OTAK!” Teriak Caca sambil melempar ponsel milik Jinan ke lantai.
Jinan terkejut, kemudian ia kembali meminta maaf. “Kakak maaf, kakak adek gak gitu, adek juga bingung. Kakak maafin a—,” ucapan Jinan terpotong ketika ia mendengar Caca menangis sangat keras di pelukan Jericho.
Caca masih tidak percaya jika adiknya ini bisa melakukan hal fatal semacam ini.
“Lo mikir dong Jinan. Berapa kali gue bilang buat jangan bergaul sama circle si Adit. Lo ngeyel banget.”
“Sekarang liat. LIAT! LO BIKIN HAMIL ANAK ORANG!” Teriak Caca frustasi.
“OTAK LO DIMANA JINAN? SUSAH PAYAH AYAH SAMA IBU BESARIN LO BIAR GAK JADI COWOK BRENGSEK. DAN LO TANPA MIKIR MALAH KAYAK GITU?”
“Ya Tuhan ….” Caca kembali terisak.
Jinan kemudian merangkak memeluk kaki Caca yang duduk di hadapannya sambil berkali-kali menggumamkan kata maaf.
“Kakak maaf, maafin adek …”
Caca sama sekali enggan menatap Jinan. Ia sangat kecewa.
Caca terisak sangat keras. “Kakak harus bilang apa sama ayah sama ibu …” lirih Caca.
Jericho memeluk Caca berusaha Menenangkannya.
“Kakak larang kamu buat jangan main kesana kemari tuh gini Ji. Kakak takut, kakak takut kamu salah arah.”
“KAKAK TAKUT JI!” Teriak Caca.
“Kakak ini udah payah. Kakak gak bisa jagain, kakak gak bisa didik kamu sebaik ayah sama ibu. Kakak masih banyak kurangnya Ji. Maka dari itu kakak takut kamu salah arah karena kakak sadar kalo kakak belum bisa jaga kamu sepenuhnya dengan baik ….”
“Terus sekarang kakak harus gimana? Kaka harus bilang apa ayah sama ibu? Kakak udah gagal jagain kamu …”
Jinan terisak lalu menggeleng. “Enggak, kakak gak gagal. Adek yang gagal disini. Kakak maaf ….” Isak Jinan.
Caca menangis sampai-sampai wajahnya membengkak. Rasanya sungguh sakit dan kecewa.
Caca menahan napasnya berusaha meredakan amarah serta kecewanya, lalu ia menatap Jinan. “Liat mata kakak,” pinta Caca membuat Jinan dengan ragu menatapnya.
“Adek lupa, ya? Kalo perempuan itu harus dijaga? Kan adek sendiri yang bilang, adek sendiri yang selalu inget kata ayah buat jangan jadiin perempuan objek. Adek sendiri yang bilang kalo perempuan itu harus diperlakukan seperti ratu.”
“Terus kenapa adek kayak gitu? Adek bahkan udah nyakitin Zia yang katanya adek sayang banget sama Zia.”
“Sebelum adek lakuin itu, adek gak inget kakak sama ibu sama Zia, ya?”
“Bayangin adek, gimana kalo kakak yang ada di posisi itu. Adek mau kakak kayak gitu? Adek mau?” tanya Caca berkali-kali sedangkan Jinan hanya menunduk menahan tangis dan penyesalannya.
“Sekarang kakak tanya. Kenapa adek bisa kayak gitu? Alasan kenapa adek sampe berani minum dan berakhir lakuin hal gak bener.”
Jinan lagi-lagi terdiam.
“Jawab adek.”
“JAWAB!”
“Adek khilaf, maaf kakak. Adek awalnya cuma pengen nyoba rasanya minum. Tapi adek malah kayak gitu. Kakak maafin adek, adek salah. Kakak maaf ….” Jelas Jinan yang lagi-lagi membuat Caca menarik napasnya dalam.
Terdengar suara kekehan dari Caca. “Gak masuk akal alasannya,” balas Caca kemudian ia beranjak dari duduknya.
“Udah deh, kakak kecewa banget sama kamu.”
“Kakak …”
“Jangan manggil gue kakak. Gue gak pernah punya adik yang kurang ajar kayak gini,” ucap Caca sebelum akhirnya ia pergi dari sana, meninggalkan Jinan dan Jericho.
Jinan memukuli dirinya sendiri, membuat Jericho segera merangkulnya.
“Udah, udah …”
“Jangan nangis ya adek …” ucap Jericho yang kini mendekap Jinan.
“Om, maafin adek …”
Jericho menggeleng. Kemudian ia menepuk pundak Jinan.
“Semua manusia pasti ada salahnya, tapi gak semua manusia mau mengakui kesalahannya.”
“Adek udah ngecewain kakak om …” Lirih Jinan.
Jericho menghela napasnya. “Nanti kita selesain bareng-bareng, ya?”
“Jangan takut, adek gak sendiri …”