Kayaknya
Janu sedang duduk lalu memperhatikan lelaki di sepannya yang kini tengah tertidur atau lebih tepatnya memejamkan matanya sejenak di tempat tidur miliknya.
“Lo pikir ini rumah lo apa?” Tanya Janu.
“Hmm” jawab Biru.
“Ck. Kita bahkan gak akrab tapi lo nyerobot masuk aja ke rumah gue” ucap Janu.
Biru menghela napasnya tanpa menjawab perkataan Janu.
“Jan...” ucap Biru.
“Lo tau gak rasanya jadi anak buangan?”
Janu mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Biru.
“Gue pikir selama ini gue itu anak paling beruntung, gue pikir selama ini, gue itu anugerah bagi orang tua gue...”
“Biru...”
“Iya Jan, ternyata selama ini gue bukan anak kandung dari keluarga yang selama ini besarin gue, dan parahnya, gue itu anak yang di buang di depan panti asuhan. Hahahahahaha. ANJINGGG!”
Jujur saja, Janu bahkan terkejut mendengar perkataan Biru, tapi entah kenapa, saat ia melihat raut wajah lelaki itu, Biru mengingatkannya pada Bumi. Raut wajah menyedihkan itu benar-benar sama persis.
“Papa, dia akhir-akhir ini terus nyariin gue Jan. Awalnya gue pikir dia cuma iseng, tapi ternyata dia itu beneran orang yang selama ini gue cari-cari”
“Papa?” Tanya Janu.
Biru bergumam “hmm, papa.”
“Biru, kayaknya gue tau sesuatu deh...”