Kasih Saya Kesempatan

Haikal menghela napasnya sesaat setelah ia sampai di depan rumah perempuannya.

Demi apapun, irama jantung Haikal saat ini benar-benar tidak karuan. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan sosok yang sempat membuatnya patah.

Jujur saja, sebenarnya masih ada rasa sakit jika Haikal mengingat perlakuan yang sempat dilakukan pria paruh baya itu padahya beberapabtahu silam.

Namun apa boleh buat? Bahkan sampai sekarang, dunia Haikal justru putrinya.

Dengan perasaan ragu, Haikal turun dari mobilnya, dan melangkah pelan menuju rumah itu.

Haikal berdiri di depan pintu, dengan setelan jas hitamnya ia kemudian memencet bel.

Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya pintu itu terbuka, menampilkan lelaki tinggi berkacamata.

Lelaki itu sedikit terkejut saat melihat Haikal. “Masuk Kal,” ucapnya.

“Apa kabar bang?” Tanya Haikal yang hanya dibalas senyum oleh lelaki itu.

“Masuk aja, udah ditungguin,” ucapnya lagi yang langsung membuat Haikal melangkahkan kakinya masuk.

Irama jantung Haikal semakin cepat. Namun sebisa mungkin ia berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Terlihat di hadapannya ada lelaki serta wanita paruh baya sedang duduk. Disampingnya ada Ralita.

“Selamat siang om, tante,” ucap Haikal sambil menunduk pelan.

Dihadapannya ada Ralita yang menatap Haikal khawatir. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum, memberikan isyarat bahwa ia baik-baik saja.

“Duduk,” ucap Adinegara, lelaki paruh baya itu.

Haikal kemudian duduk.

Hening beberapa saat, mereka saling menatap.

Terdengar helaan napas dari lelaki paruh baya di hadapan Haikal.

“Jadi, sejak kapan kamu dekat lagi dengan putri saya?” Tanyanya pada Haikal.

“Kenapa kamu mendekati putri saya lagi, Haikal?” Tanya Adinegara lagi.

Haikal menatap netra lelaki paruh baya itu, kemudian tersenyum.

“Itu terjadi begitu saja om,” jawabnya dengan tenang.

Adinegara mengangguk, kemudian ia menyinggungkan senyumnya sejenak.

“Sudah berapa tahun Haikal kita tidak bertemu?”

“Empat tahun, ya?” Lanjutnya membuat Haikal mengangguk.

“Apa alasan kamu mendekati putri saya lagi? Kamu tidak bosan? Setelah bertahun-tahun masih saja mengejar putri saya.”

Ralita menatap sang ayah kemudian bergantian menatap Haikal yang tengah menatap mata ayahnya dengan tenang.

“Kamu tidak takut saya tolak lagi, Haikal?”

“Kenapa? Kenapa harus putri saya yang kamu kejar?” Tanya Adinegara lagi.

Haikal menarik napasnya dalam kemudian tersenyum.

“Karena itu Ralita, om. Saya tidak punya alasan lain lagi.”

Adinegara terkekeh, “kamu ini obsesi atau memang kamu benar-benar mencintai putri saya? Sampai kamu berani datang lagi setelah sekian lama,”

“Ayah ...”

Haikal tersenyum lagi.

“Saya mencintai putri om, sangat. Dan berkat Ralita, saya ada di titik sekarang om.”

“Oh ya, saya belum sempat menjelaskan hal ini pada om dan tante. Selama ini, berkat Ralita lah yang membuat saya berhasil seperti sekarang. Karena apa? Karena saya ingin merasa pantas ada di samping putri kalian,” ucap Haikal.

“Saya tidak akan mempermasalahkan kejadian dulu. Anggap saja kita tidak pernah bertemu sebelumnya juga. Dan tanpa mengurangi rasa hormat saya pada om dan tante. Disini saya hanya ingin mengatakan bahwa saya mencintai putri kalian satu-satunya, sejak dulu, sampai sekarang di hati saya cuma Ralita ada bersama saya,” ucap Haikal lag membuat Ralita menatapnya berusaha menahan tangis.

“Saya tahu, mungkin dulu saya ini nakal dan kurang ajar, sehingga om mempunyai kesan buruk terhadap saya. Tapi berkat itu semua, saya jadi belajar untuk lebih baik lagi. Bahkan berkat keinginan saya untuk bisa merasa pantas di samping putri kalian, saya mati-matian untuk bisa jadi Haikal yang sekarang,” ucap Haikal membuat Adinegara menghela napasnya.

“Haikal sa—“

“saya tidak bisa menjanjikan apapun disini. Tapi, saya hanya ingin mengatakan, selama putri kalian ada bersama saya, di samping saya. Selama kami sama-sama, saya akan berusaha sekuat tenaga saya untuk selalu bisa membuat putri kalian tersenyum. Dan jika saya tidak bisa memenuhi ucapan saya ini, saya rela jika kalian ingin mengambil kembali putri kalian dari hidup saya.”

“Tapi tolong ....”

“Kasih saya kesempatan untuk membuktikan jika saya ini mampu.”

Jantung Haikal benar-benar tidak beraturan. Ia takut sangat taktut.

Terdengar suara helaan napas dari Adinegara. “Kamu sudah punya anak Haikal?” Tanya Adinegara yang langsung dibalas anggukan oleh Haikal.

“Saya mempunyai satu putri om,” ucapnya tersenyum.

Lagi, terdengar helaan napas dari Adinegara.

Haikal terdiam, dan menatap Ralita sejenak.

“Tolong pegang ucapan kamu,” ucap Adinegara membuat semuanya menoleh.

Adinegara beranjak dari duduknya dan kemudian melangkan pergi dari sana.

“Buktikan pada saya kalau kamu mampu untuk membuat putri lebih bahagia,” ucapnya sambil melangkahkan kakinya.

Haikal terdiam.

Sebelum benar-benar pergi dari hadapan Haikal Adinegara kembali menoleh.

“Haikal ...” ucapnya membuat Haikal berdiri dah langsung menghadap kepada Adinegara.

“Iya om?”

Adinegara menatap Haikal sejenak.

“Terima kasih,”

“Terima kasih sudah membuat putri saya tersenyum kembali. Saya percayakan Ralita untuk kamu, tolong jaga putri saya satu-satunya,” ucapnya kemudian ia melangkah pergi.