just friend
Sudah sejak lama Bintang tidak menemui lelaki ini. Setelah banyak sekali masalah di antara mereka, akhirnya Bintang memberanikan diri untuk kembali menemui Lintang.
Saat ini, keduanya tengah duduk di tepian danau tempat yang biasanya mereka datangi setiap kali jam kosong.
Bintang menghela napasnya, sedangkan Lintang melirik ke arah Bintang sesekali, memastikan jika perempuan ini baik-baik saja.
“Lin,” ucap Bintang membuat lelaki itu menoleh.
“Hmm?”
Entah kenapa Bintang merasa sangat canggung. Tidak seperti dulu, dimana ia yang selalu menyambut hangat kehadiran lelaki ini tapi sekarang rasanya berbeda sekali.
Bintang merasa, ada sesuatu yang hilang dari diri lelaki ini.
Lintang menatap Bintang yang tengah menunduk. “Bin,” ucapnya.
“Lo benci gue, ya sekarang?” Tanya Lintang.
Bintang terdiam.
Lelaki itu menarik napasnya dalam.
Sial, rasanya kenapa sesak sekali?
“Sabita ninggalin gue Bin ….” Lirihnya.
“Iya,” jawab Bintang.
“Bintang maaf. Maafin gue,” ucap Lintang.
Bintang menghela napasnya. Demi apapun, Bintang merasa sesak sekali, seperti ada sesuatu yang menusuk ruang dadanya.
“Gue bodoh banget ya Bin? Maaf …” lirih Lintang lagi.
“Harus jya g—“ belum sempat Lintang menyelesaikan kalimatnya, Bintang lebih dulu bersuara.
“Gue sayang sama lo,” ucap Bintang tanpa menoleh.
“Gue masih sayang sama lo Lintang. Gue engga pernah benci sama lo, gue gak bisa ….” Lirih perempuan itu membuat Lintang terdiam.
“Bahkan ketika lo udah gak prioritasin gue lagi, gue masih sayang sama lo Lin,” ucap Bintang.
Lagi lagi Lintang terdiam.
“Gue saya—“
“Jangan,” Lintang memotong ucapan Bintang.
“Jangan jatuh cinta sama gue Bintang ….” Lirih lelaki itu.
Rasa sesak kembali menyeruak ke seluruh ruang dada Bintang.
“Kenapa?”
“Kenapa gue gak boleh jatuh cinta sama lo? Sedangkan lo dengan gampang mempersilahkan orang lain masuk ke hidup lo. Tapi kenapa gue gak boleh, Lin?” Tanya Bintang.
Lintang menatap perempuan di sampingnya kemudian ia menghela napasnya. “Gue gak mau kehilangan lo cuma karena perasaan kayak gini. Gue akuin, gue juga sayang sama lo. Tapi gue gak bisa kalo misal kita lebih dari seorang temen, gue gak bisa Bin,” ucap Lintang.
“Ya kenapa?”
Lelaki itu terdiam.
“Jawab Lintang.”
“Kenapa sih? Gue gak ngerti. Lo selalu bilang ke gue buat jangan jatuh cinta sama lo. Tapi kenapa sikap lo selama ini selalu kayak narik ulur hati gue, Lin? Sikap lo yang nyuruh gue ngejauh, tapi setelah gue ngejauh lo selalu mohon-mohon buat gue balik dan gak ngejauh. Lo ini sebenarnya mau apa?”
“Jawab Lintang, gue nanya.”
Lagi-lagi Lintang menghela napasnya, kemudian tiba-tiba saja ia beranjak.
“Karena rasa sayang gue ke lo gak lebih dari seorang temen, Bin.”
“We’re just friend, gak lebih. Maka dari itu gue gak mau ngancurin hubungan gue sama lo cuma karena status, gue gak bisa Bintang ….” Ucap Lintang yang kini berdiri.
Bintang kemudian terisak, sebab perasaannya pada Lintang benar-benar tidak pernah hilang. Sekalipun Bintang bersikap seolah tidak peduli.
“Maafin gue. Gue mau lo ada di sisi gue, tapi …”
Lintang menarik napasnya dalam.
“Tapi, kalau buat saling milikin gue gak bisa, Bin. Gue takut gue gak bisa jagain lo, maafin gue …” lirih Lintang lagi.
“Kita pulang aja, ya?” Ucap Lintang yang kini berjongkok sambil mengusap helaian rambut Bintang yang menutupi matanya.
Bintang terisak kemudian ia menggeleng. “Lo jahat …” lirihnya.
Lintang memejamkan matanya, kemudian ia menarik Bintang kepelukannya.
“Maaf …” lirih Lintang.
“Pulang, ya? Gue anterin,” bujuk Lintang.
“Pergi aja gue bisa sendiri,” jawab Lintang sambil melepaskan pelukannya.
“Bin …”
“Pergi aja Lin.”
“PERGI!” Teriak Bintang yang akhirnya membuat Lintang kembali berdiri.
Lintang kembali menarik napasnya dalam, sedetik kemudian ia mulai beranjak pergi dari sana sambil menahan sesaknya.
“Maafin gue ….” Lirih Lintang sambil melirik perempuan itu sekilas sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Bintang sendirian.