Jangan Seenaknya
Lestari duduk memperhatikan Aciel yang tengah menonton tv sambil memakan puding.
Ia menghela napasnya.
Aneh, kenapa Aciel berani sekali?
Kalimat itu berputar di kepala Lestari. Padahal ia tidak pernah mengatakan apapun pada Aciel.
”Kayak gak dididik aja, astaga,” batinnya.
“Ekhem,” Lestari berdehem membuat Aciel menoleh sebentar.
“Itu puding dari kulkas, ya?” Tanya Lestari membuat Aciel menatapnya kemudian ia mengengguk.
“Iya Tante, enak ini. Tante, ya, yang bikin?”
“Iya, saya yang bikin, kesukaan Nadin,” ucap Lestari dengan nada bicaranyabyang terdengar seperti jengkel.
Aciel menatap raut wajah Lestari yang terlihat berbeda.
“Oh. Aku makan, gapapa, Tan? Soalnya tadi Ayah bilang kalau mau makanan cari aja di dapur, terus aku nemu ini,” ucap Aciel.
Lestari menghela napasnya kemudian ia beranjak. “Sebenernya itu khusus buat Nadin sih, tapi ya gimana terlanjur. Abisin aja nanti sama sisanya. Saya bikin lagi buat Nadin.“
“Lain kali, izin saya dulu. Jangan seenaknya ya,” ucap Lestari tersenyum lalu ia pergi dari sana.
Aciel yang tadinya merasa lapar tiba-tiba saja rasa laparnya hilang begitu saja.
“Lah, orang gue disuruh Ayah,” gumamnya kemudian ia memikih menyimpan kembali puding itu.