jangan sakit haikal

Ralita menghela napasnya saat melihat wajah lebam lelaki dihadapannya ini. Sedangkan yang ditatap hanya bisa memalingkan wajahnya.

Jemari Ralita bergerak membenarkan helaian rambuh yang menutupi kening Haikal. Perempuan itu kemudian meraih kapas dan membersihkan luka pada wajah Haikal.

Haikal meringis “sakit, Ta.” Ucapnya.

Ralita terus fokus mengobati lebam dan beberapa luka di wajah Haikal tanpa mengindahkan ringisin yang dikeluarkan oleh Haikal.

“Ta ih, sakit!” Ucap Haikal.

Ralita menghela napasnya, “kalo sakit ngapain berantem?”

“Ya itu salah si Gilang lah,”

Ralita terdiam, membiarkan Haikal berbicara sepuasnya.

“Siapa yang mau sih, Ta? Dipermaluin depan anak-anak tentang masa depan gue?”

“Dia bilang kalo gua gak bakal pernah bisa maju, dia bilang kalo gue ini anak bandel yang gak punya masa depan cerah, gue cuma bisa nyusahin orang tua gue, Ta.”

“Gue gak suka, Ta. Setiap kali gue ada masalah, kenapa orang-orang selalu nyangkut pautin sama orang tua?”

“Si Gilang emang anjing. Guru apaan yang selalu nyudutin muridnya buat dipermaluin, Ta?”

“Gue emang berandalan, tapi kenapa orang-orang selalu nganggap kalo gue gak bakalan punya masa depan? Apa harus mereka selalu bilang kayak gitu cuma gara-gara gue nakal, Ta?”

“Hidup gue emang udah gak jelas, tap—“ ucapan Haikal terpotong kala Ralita mengecup pelan bibirnya.

Haikal terdiam.

Lalu dengan pelan Ralita mengusap punggung tangan Haikal, berusaha memberikan ketengangan pada lelaki ini.

“Menang enggak berantemnya?” Ucap Ralita menatap netra Haikal teduh.

“Ta ....”

“Menang enggak? Kalo gak menang mah ah, cemen,”

Entah kenapa, tapi ucapan Ralita ini membuat Haikal tersenyum.

“Menang! Si Gilang tadi gue pukul aja, payah dia. Bisa ngehina tapi gak bisa berantem,” ucap Haikal dengan lantang membuat Ralita tersenyum.

“Makasih ya, Kal,” ucap Ralita.

Haikal menaikkan sebelah alisnya, “makasih kenapa?”

Ralita menggeleng “gak tau sih, cuma mau bilang makasih.”

“Gak jelas,” ucap Haikal yang dibalas kekehan oleh Haikal.

“Ta, lo gak malu?”

“Apa?”

“Punya cowok nakal kayak gue,”

Ralita menatap Haikal, “kamu gak nakal kok, Kal. Aku tau itu.”

Haikal terdiam.

“Dari awal aku paham kok, ini cara kamu biar keliatan kuat dan gak rapuh. Aku tau Haikal. Kamu ini selalu bersikap seolah kamu orang paling kuat dan gak takut apapun.”

“Ralita ....”

“Gapapa, Haikal, aku gak masalah. Asal aku minta satu hal sama kamu.” Ucap Ralita.

Haikal menatap Ralita, “apa?”

“Tolong jangan nyakitin diri sendiri, ya, Kal? Apapun yang mau kamu lakuin, tolong jangan sakit, ya, Kal?”

Lagi, Ralita kembali mengusap pelan punggung tangan lelaki itu.

“Kalo kamu sakit, siapa yang bakal bikin kamu kuat kalo bukan diri sendiri? Meskipun ada aku yang katanya selalu bisa bikin kamu kuat. Aku ini gak bakal selalu ada buat kamu, Haikal.”

Haikal terdiam berusaha mencerna ucapan Ralita. “Meskipun ada aku, kamu juga harus kuat buatbisa berdiri sendiri, ya? Jadi aku cuma minta, apapun yang bakal lakuin nanti, tolong jangan sakit, Haikal.” Ucap Ralita.

Ralita beranjak, kemudian ia mengecup pelan pipi Haikal.

“Ayo ajak aku bolos sekali, mau jalan-jalan aja, gak?” Ajak Ralita yang dibalas anggukan oleh Haikal.