jangan sakit
Ralita benar-benar pergi menghampiri Haikal ke warung belakang sekolah. Tidak peduli dengan dia yang masih mempunyai jadwal pelajaran. Yang Ralita pikirkan saat ini hanya Haikal.
Seperti biasa, disana banyak sekali anak-anak sekolah Ralita ataupun dari luar sekolah. Ralita mengenal beberapa anak disana, karena kebetulan mereka ini sekelas dengan Haikal.
“Haikal mana, Dra?” Tanya Ralita pada Indra-teman kelas Haikal yang juga ada disana.
“Di dalam tuh, anaknya abis ribut” ucap Indra membuat Ralita menghela napasnya.
Belum sempat Ralita melangkah masuk, netranya menangkap Haikal yang sudah lebih dulu keluar menghampirinya.
Tanpa aba-aba lelaki itu menarik lengan Ralita, menuntunnya agar ia ikut dengan Haikal pergi dari sana.
Tanpa bicara sepatah kata, Haikal memasangkan helm kumbang yang memang selalu ia bawa untuk Ralita.
“Haikal,” ucap Ralita.
“Naik, Ta,” ucap Haikal.
Tanpa lama-lama Ralita menuruti perkataan Haikal. Entah akan dibawa kemana Ralita saat ini.
Sepanjang perjalanan, Haikal pun hanya terdiam, sambil sesekali menahan sakit yang muncul tiba-tiba.
“Turun, Ta,” ucap Haikal ketika sampai.
“Ngapain kesini?” Tanya Ralita heran.
Lagi, Haikal hanya terdiam lalu meraih lengan Ralita agar ikut dengannya.
“Duduk aja disini,” ucap Haikal.
Tempat ini.
Tempat dimana Ralita pertama kali bertemu Haikal.
Taman kota.
Tempat dimana Ralita dan Haikla pertama kali saling berpandangan satu sama lain.
“Hai—“
“Gue berantem,” ucap Haikal tiba-tiba.
“Tau,”
“Tadi gue kena tonjok, Ta,”
“Mata gue kena tonjok Bagas anjing,”
“Perut gue tadi ditendang,”
“Anjing emang, beraninya ramean.”
Oceh Haikal.
“Gue tadi mau ngelawan, cuma ditahan. Terus, mereka keroyokan,”
“Tadi g—“
“Mana aja yang sakit?” Potong Ralita.
“Gak a—“
Ralita menghela napasnya, kemudian ia memeriksa setiap bagian tubuh Haikal yang terlihat memar.
“Gue gapapa Ralita,” ucap Haikal.
Tanpa menjawab apapun, jemari Ralita bergerak mengusap beberapa memar yang ada di wajah, serta lengan Haikal. Sesekali ia mengusap perut yang katanya terkena tendangan.
“Ta, gue ga—“
“Haikal jangan sakit ....” ucap Ralita pelan.
Haikal terdiam.
“Lo nangis?”
Ralita menggeleng pelan sambil menunduk.
“Lo nangis, Ta. Astaga,” ucap Haikal.
“Kenapa nangis elah,”
Ralita hanya menggeleng pelan.
“Liat gue ga—“
Tanpa basa-basi Ralita memeluk tubuh Haikal.
“Huhu, Haikal jangan sakit ....” Ralita terisak.
“Haikal mah, jangan berantem. Aku gak suka. Liat, kamunya jadi sakit, kan!” Ucap Ralita yang menangis sambil memeluk Haikal.
Haikal terkekeh pelan.
“Ralita, gue gapapa serius,”
Isakan Ralita semakin kencang.
“Gapapa, gapapa! Buktinya ini apa!”
Lagi, Haikal terkekeh.
Lelaki itu kemudian mengusap pundak Ralita, guna menenangkannya.
“Aku tuh khawatir, Kal!” Ucap Ralita yang masih terisak.”
“Iya, maaf.”
“Maaf, ya? Bikin khawatir,” ucap Haikal.
“Jangan sakit, jangan luka, aku gak suka.” Ucap Ralita.
“Iya maaf ya, udah jangan nangis”