Jangan nangis.

Perempuan berusia dua puluh enam tahun itu tersenyum memperhatikan gerak-gerik anak lelaki dihadapannya.

“Hati-hati ya,” ucapnya sedikit berteriak.

Bina, perempuan itu menghela napasnya. Entah kenapa tiba-tiba saja memori di masa lalu terlintas begitu saja.

“Jadi kangen adek ....” gumamnya pelan.

Bina menatap langit sore itu, terlihat cerah.

“Dek, di surga lagi apa deh? Kangen kakak enggak?” Bina bermonolog sendiri.

Perempuan itu diam-diam menjatuhkan air matanya.

“Kakak, kok nangis?” Ucap anak lelaki itu pada Bina, buru-buru ia menghapus air matanya.

Bina mensejajarkan tubuhnya dengan Kenzi, kemudian ia tersenyum sambil mencubit pelan pipi chubby anak itu.

“Kelilipan sayang, gapapa,” ucapnya terkekeh.

Bina berbicara mengatakan kalau ia baik-baik saja, tetapi matanya tidak berhenti mengalirkan air mata.

Kenzi menatap mata Bina, kemudia tangan kecilnya terulur mengusap air mata itu.

“Kakak jangan nangis, ya? Kata ayah kalo nangis nanti digigit semut.” Ucap Kenzi dengan lucunya, membuat Bina terkekeh.

“Iya, kakak enggak nangis.”

Bina tersenyum kemudian ia membawa tubuh kecil Kenzi ke dalam pelukannya.

Dan tanpa Bina sadari, ada Haikal dibelakangnya yang tengah berdiri memperhatikan.