Jangan Kemana-mana.

Haikal buru-buru turun dari mobilnya sesaat setelah ia sampai di rumahnya.

“Ta!” Teriak Haikal.

Tak lama perempuan itu muncul dari arah dapur dengan senyumnya.

Ralita melangkah mendekati Haikal.

“Haikal ...” ucap Ralita membuat Haikal memeluknya.

“Kenapa ke rumah sakit?” Tanya Haikal.

Ralita menggeleng dalam pelukan itu. “Enggak.”

“Ta ... jangan bohong,” ucap Haikal.

“Kamu kenapa?” Tanya Haikal.

Ralita menatap wajah Haikal.

“Haikal ....”

“Sayang sama aku, gak?” Tanya Ralita membuat Haikal menatapnya aneh.

“Kenapa nanya gitu?” Tanya Haikal.

Ralita tersenyum pelan.

“Haikal ...”

“Kalo sayang aku, jangan marah, ya? Jangan kecewa,” ujar Ralita semakin membuat Haikal kebingungan.

“Haikal ... Maaf.”

Haikal menangkup wajah Ralita sambil menatap dengan penuh khawatir.

Demi apapun, jantung Haikal berdegup sangat kencang. Ia takut, jika Ralita mengatakan sesuati hal yang membuatnya runtuh.

“Ta ...”

“Kal ...”

Haikal kembali menatap. “Kenapa?”

Ralita menunduk kemudian ia memeluk Haikal erat.

“Haikal, aku sakit. Maaf, ya? Maafin aku ....” lirih Ralita sambil mengeratkan pelukannya pada Haikal.

Haikal terdiam, tubuhnya melemas.

“Jangan becanda, Ta.”

Ralita menggeleng kuat sambil menahan tangisnya.

“Maaf ya, maaf ....” lirih Ralita membuat Haikal memeluknya erat.

“Mana? Mana yang sakit, hmm? Bagian mana yang sakit? Bilang sama aku biar aku pukul rasa sakitnya. Bilang Ta, mana yang sakit?” Tanya Haikal sambil berusaha mencari letak rasa sakit pada tubuh perempuan itu.

Ralita hanya menunduk dan kembali memeluk Haikal sambil berucap maaf.

“Haikal maaf. Maaf ya, maafin aku ....” lirih Ralita.

Haikal terisak, ia sangat takut.

“Ta, jangan kemana-mana, ya? Jangan kemana-mana. Bilang sama aku yang sakit, nanti kita obatin bareng-bareng, ya?”

“Jangan kemana-mana ...”