Jahat

Pintu itu terbuka secara perlahan, menampilkan Agam yang kini berdiri sambil melihat Aciel di dalam kamar itu yanh tengah duduk membelakangi pintu.

Agam menghela napasnya dalam sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri anak itu.

“Jagoan …,” ucap Agam yang kini mensejajarkan tubuhnya dengan Aciel.

Anak itu menoleh. Agam sedikit terkejut ketika melihat air mata berlinang. Aciel ternyata sedang menangis.

“Loh, kok nangis?” Tanya Agam pada anaknya itu.

Tanpa basa-basi, dengan tangan kecilnya, Aciel meraih leher Agam dan memeluk Agam.

Tangisan yang awalnya tak terdengar lama kelmaan semakin mengeras, membuat Agam segera membawa Aciel ke dalam pangkuannya.

“Kenapa sayang?” Tanya Agam lemhut sambil berusaha meredakan tangisannya.

Aciel memeluk Agam erat. “Kangen Ibu …,”ucap anak kecil itu lirih.

Agam terdiam.

“Ciel gak suka di sini. Nenek jahat, nenek jahat, Ciel gak suka Ayah …,” lirihnya lagi sambil menangis.

“Mau Ibu, Ciel mau Ibu. Mau pulang, nenek jahat,” ucapnya berkali-kali membuat hati Agam ngilu.

Aciel semakin keras menangis membuat Agam panik.

“Iya nak, kita pulang ke rumah Ibu ya,” ucap Agam lagi yang langsung saja membawa Aciel keluar dari kamarnya berniat membawanya pulang ke rumah Ocean saat itu juga.

Namun, belum sempat Agam keluar. Bunda lelaki itu memanggilnya.

“Kemana?”

“Pulang,” jawab Agam singkat.

“AGAM!” Teriak Bunda membuat Agam menghentikan langkahnya.

“Jangan berani kamu bawa Ciel pulang ke perempuan i—“

“Perempuan yang Bunda benci itu, dia Ibu kandung Ciel,” ucap Agam tanpa menoleh pada Bunda, sedangkan Aciel menyembunyikan wajahnya di leher Agam dan memeluknya erat.

Bunda buru-buru meraih Aciel dari dalam pelukan Agam, membuat anak itu menangis sambil berusaha menahan tubuhnya dengan menarik baju Agam.

“BUNDA APAAN SIH!” Agam berteriak sambil berusaha mengambil alih Aciel yang hampir saja Bunda ambil.

“BIARIN CIEL PULANG SAMA OCEAN!” Teriaknya lagi pada Bunda.

“Oh, sudah berani bentak Bunda?” Tanyanya.

Aciel sudah kembali dalam pangkuan Agam. Sedangkan lelaki itu menatap Bunda penuh amarah.

“Aku muak!”

Dengan napas yang tak beraturan wajah Bunda memerah, merasa jika Agam benar-benar bebal karena melawannya. Sebab selama ini Agam tidak pernah berani memberontak.

“Berani kamu bilang gitu, Gam?”

Napas Agam memburu.

“Ocean lagi Ocean lagi yang kamu bela.”

“Apa perlu Bunda samperin perempuan itu?”

“Perlu Gam?”

“PERLU BUNDA USIR PEREMPUAN ITU SUPAYA JAUH DARI KAMU, HAH?!”

Napas Agam semakin memburu, lantas dengan amarahnya yang berusaha keras ia tahan, Agam menatap Bunda.

“Sekali lagi Bunda nyentuh Ocean. Agam gak bakalan segan buat pergi jauh dari Bunda.”

Lantas setelah mengatakan itu, Agam pergi membawa Aciel. Sedangkan Bunda, dia berteriak memanggil Agam yang kini sudah di dalam mobil.

“Maaf ya Nak, maafin ayah …,” ucap Agam sambil berusaha meredakan tangis Aciel.

“Sekarang kita pulang ke Ibu, ya.”