I’m here.

Katakan saja Haikal gila, sebab kini, ia sudah berada di depan rumah perempuannya.

Tanpa pikir panjang, ia langsung memencet bel rumah itu.

Demi apapun, sorot mata Ralita terakhir kali, membuat Haikal benar-benar khawatir.

Butuh waktu beberapa hampir dua menit sampai akhirnya pintu itu terbuka. Menampilkan Ralita yang tengah menatap Haikal.

Tanpa aba-aba Haikal langsung menarik Ralita masuk ke dalam pelukannya.

Ralita terdiam saat merasakan Haikal yang tengah memeluknya erat.

“Haikal ...”

“Jangan nangis, Ta. Jangan nangis, jangan sakit,” ucap Haikal dalam pelukan itu.

Ralita terdiam, kemudian tanpa sadar lengannya memeluk Haikal. Kenudian ia menangis pelan dan menenggelamkan wajahnya di dada bahu itu.

Haikal semakin mengeratkan pelukannya.

“Hei, kenapa, hmm?” Haikal menundukkan kepalanya berusaha melihat wajah perempuan itu.

“Aku kangen Bian ....” lirih Raliat.

“Ta ....”

Haikal paham, Haikal taunsiapa itu Bian. Lalu tanpa bertanya lagi, Haikal kembali mengeratkan pelukannya.

I’m here, i’m here, Ta. Nangis aja gapapa, ada aku,” ucap Haikal lembuh semakin membuat Ralita menangis.

“Berat, ya? Sakit banget, ya, Ta?”

“Maaf, maaf karena aku gak ada buat kamu saat dulu kamu lagi terpuruk.”

“Sekarang, aku disini, nangis sepuasnya, sampai nanti rasa sakitnya hilang ....” lirih Haikal.

Malam ini, Haikal berhasil. Setelah sekian lamanya, ia berhasil memberikan pelukan hangatnya untuk Ralita.