Hurt

Ocean hanya duduk di lorong rumah sakit sambil menggenggam ponselnya.

Tadi, sekitar satu jam yang lalu. Ocean berlari datang ke IGD ruma sakit mencari Agam.

Ia bahkan tidak peduli jika tangannya yang patah belum sepenuhnya pulih.

Ocean datang dengan bajunya yang basah sebab ia berlari dari gerbang rumah sakit menuju IGD, lantaran ia pergi menggunakan taxi.

Namun alih-alih menemukan Agam, ia malah bertemu dengan teman-temannya, serta ada Bunda Agam di sana.

Ocean hanya bisa diam dan menunduk ketika tadi Bunda Agam menghampirinya.

Mereka mengobrol cukup lama, sampai akhirnya yang dilakukan Ocean adalah duduk di lorong dan merenung menahan tangisnya.

Kenapa harus Agam?

Baru saja tadi ia bertemu Agam, baru saja tadi Agam memeluknya. Tapi kenapa sekarang Ocean harus mendengar kabar jika Agam kecelakaan?

Ocean bahkan tidak bisa melihat keadaan Agam saat ini.

Berkali-kali Ocean menyalahkan dirinya.

Seandainya saja tadi Ocean tidak membiarkan Agam pergi. Seandainya saja Ocean tidak membalas pesan Agam. Mungkin sekarang Agam baik-baik saja.

“Bodoh, Oce bodo,” gumamnya berkali-kali.

Rasanya sesak, dan sakit.

Harusnya Ocean tidak egois, harusnya Ocean tidak membiarkan Agam memohon padanya.

Ocean perlahan menangis.

Disana sunyi, hanya ada Ocean dan tangisnya.

Berkali-kali Ocean menggeleng berusaha menyingkirkan pikiran buruknya.

Sudah hampir satu jam Ocean duduk di dana sendirian menunggu seseorang datang menghampirinya untuk memberitahukan perihal keadaan Agam. Namun nihil, tidak ada yang datang.

Ocean kembali menangis.

Rasa bersalah kembali menyeruak.

“Agam maaf …,” lirihnya.

Ocean menangis tanpa suara, rasanya benar-benar sakit. Apalagi ketika ucapan Bunda Agam kembali melintas.

”You don’t deserve my son.

Kalimat itu terus saja melintas di pikirannya.

Ocean menutup wajahnya dan kembali menangis tanpa suara.

Rasanya benar-benar sakit.

Lalu ketika Ocean tengah menangis, tiba-tiba saja seseorang datang berlari menghampirinya dan tanpa aba-aba ia memeluk Ocean.

“Oce, don’t cry.

“Gue disini, Ce. Jangan nangis. *Everything will be fine …,” gumam lelaki itu sambil mengusap air mata Ocean.

Mereka saling menatap.

“Jay …”

Iya, lelaki itu Jaydan, yang datang ke sana menyusul Ocean.

Ocean menunduk. “Jangan kesini, pulang aja …”

Jaydan menggeleng.

“Agnes, jangan tinggalin dia demi g—“

Jaydab kembali menggeleng, ia lalu memeluk Ocean. “Biarin gue egois dulu ya, Ce. Gue mohon.”

“Biarin gue disini, jadi bahu buat lo sebentar aja, ya?”

Ocean hanya diam dan kembali menangis.

Jaydan menarik napasnya dalam seolah ia ikut merasakan sesak.

“Agam, Jay … gara-gara gue.”

Jaydan mengeratkan pelukannya. “Bukan salah lo.

Everything will be fine, Ce. Tenang, ya?”

Sorry sorry, harusnya lo gak ngerasain ini. Maafin gue,” ucap Jaydan meminta maaf pada Ocean, padahal semua ini hukan salahnya.

I’m here, i’m here. Nangis disini sama gue, jangan nangis sendirian,” ucap Jaydan.