Happy Birthday
Dengan napasnya yang memberat Zeya sebisa mungkin menahan tangisnya selama perjalanan bersama Bima.
Selama perjalanan itu Bima sesekali melirik Zeya.
Butuh waktu hampir sepuluh menit hingga akhirnya mereka sampai di suatu tempat.
Zeya terdiam sejenak. “Ini kenapa ke apart? Tempat siapa?”
Bima tak menjawab, dia langsung saja turun diikuti oleh Zeya.
Demi apapun, jantung Zeya benar-benar berdetak tak karuan. Pikirannya benar-benar liar saat ini.
Lift berhenti di lantai bernomor sembilan, Bima masih tak berbicara, ia terus berjalan diikuti Zeya.
“Bim.”
Bima melirik Zeya.
“Mereka di dalam,” ucap Bima membuat Zeya manahan napasnya.
“Gue disini aja,” lanjut Bima.
“Kodenya tanggal lahir Mima,” ucap Bima lagi.
Demi apapun, saat ini Zeya mengumpat dalam hati berkali-kali.
Zeya memencet tanggal lahir Mima guna membuka sandi pintu itu, dan benar saja pintu itu terbuka.
Zeya menahan napasnya, air matanya bahkan tertahan di ujung matanya.
“Dev …,” ucap Zeya.
“Deva …,” lagi, Zeya memanggil Deva.
Perempuan itu berjalan menyusuri setiap sudut tempat itu.
Langkah kaki Zeya terhenti ketika melihat sebuah hoodie berwarna abu-abu yang tergeletak di sofa, ia raih hoodie itu dan benar saja. Itu milik Deva, Seya sangat hapal wanginya.
Napas Zeya memburu, ia tidka bisa menahannya lagi.
“DEVA MIMA! KELUAR LO BERDUA!” Teriaknya lagi.
Zeya berjalan kesana kemari, sampai akhirnya ia berhenti ketika melihat Deva dan Mima tengah berduaan di halaman belakang.
Napas Zeya memburu. Ia buru-buru menghampiri Deva dan Mima.
“HAPPY BIRTHDAY TO YOU!” tiba-tiba saja dari arah samping ada Sena, Jeano, dan Bima, serta Raka yang datang sambil membawa kue dan menyanyikan lagi selamat ulang tahun pada Zeya.
Zeya benar-benar terpaku, ia seolah tuli, matanya fokus kepada dua orang di hadapannya yang kini terlihat gelagapan dengan raut wajah terkejut ya.
“ANJING LO!” Teriak Zeya ketika tadi ia melihat Mima dan Deva berciuman.
Semua orang menoleh ke arah Deva dan Mima, Jeano yang tadinya sangat girang langsung terdiam. Bingung.
Mima buru-buru berdiri dan menjauhkan tubuhnya dari Deva dan segera menghampiri Zeya.
Mata Zeya memerah, ia menahan napasnya.
Deva pun segera menghampiri Zeya.
Sena terdiam, ia menatap Mima tak percaya.
“Zey sumpah ini gak kayak yang lo liat,” ucap Mima meraih tangah Zeya.
Zeya menangis namun ia tetap tersenyum dan menatap Mima sinis.
Tanpa berpikir panjang Mima langsung saja menampar Mima.
“Lo anjing, lo juga!” umpat Zeya menunjuk Deva dan Mima secara bergantian.
“Sayang gak gitu, in—“
Napas Zeya memburu, ia memotong ucapan Deva.
“Biar apa kayak gini?”
Zeya kembali mengarahkan pandangannya ke arah teman-temannya.
“Lucu?”
“Lo pikir semua ini lucu?”
Semua orang terdiam.
“GUE NAHAN KETAKUTAN GUE SENDIRIAN DAN LO SEMUA NGELAKUINNYA CUMA BUAT KAYAK GINI?”
“DAN LO LIAT SENDIRI, TEMEN LO MALAH CIUMAN ANJING!” Teriak Zeya tak kuasa menahan amarahnya.
Mima menunduk.
Deva menarik rambutnya frustasi.
“Denger du—“
“LO DIEM!” Teriak Zeya pada Deva.
Zeya manatap Mima. “Lo enak banget ya? Niat mau ngasih kejutan buat gue tapi malah punya kesempatan buat nyium Deva?”
“Lo sadar gak sih Mim? Kalo Deva itu pacar gue?”
“Lo bego apa emang pura-pura bego?”
Mima menggeleng, ia berusaha meraih tangan Zeya.
“Zey dengerin gue, gue gak maksud, gu—“
“Apa?”
“Mau alesan apa? Kebawa suasana? Hahaha tai!”
Demi apapun Zeya benar-benar marah saat ini.
“Lo berdua udah gue percaya banget, tapi kenapa gini?”
“Lo sengaja, Dev?”
Deva terdiam ia berusaha mendekat namun Zeya menepisnya.
“Sayang de—“
“Udahan aja Dev, gue gak suka.”
“Terusin aja rencana lo, biar bisa bebas nyium temen gue sana sini.”
“Brengsek lo semua,” ucap Zeya yang langsung saja pergi meninggalkanntempat itu, disusul oleh Sena yang segera meletakkan asal kue ulang tahun itu.
“ZEY TUNGGU!” Teriak Sena.
Deva mengacak rambutnya frustasi.
“Dev sorry, gue kebawa suasana …,” lirih Mima.
“Ah anjing!” umpat Deva sebelum akhirnya pergi meninggalkan Mima dan teman-temannya berniat menyusul Zeya.