Hancur Semuanya.
Dengan terbur-buru, Raka menancapkan gasnya menuju kediaman Sena, setelah pesan yang kekasihnya itu kirimkan. “Anjing,” umpat Raka selama dalam perjalanan.
Demi apapun, Raka saat ini seperti orang gila sebab ia melajukan mobilnya di tas rata-rata.
Pikirannya tak karuan, Raka benar-benar ketakutan. “Tolol, tolo,” umpatnya lagi pada diri sendiri.
Tadi setelah Raka membaca pesan yang masuk dari Sena, Raka buru-buru menelepon Sena dan bergegas untuk pergi menghampiri Sena. tidak peduli dengan tugas laporan yang tengah ia kerjakan bersama Bima dan teman-teman lainnya.
butuh waktu hampir sepuluh menit hingga akhirnya Raka sampai di indekos kekasihnya. Buru-buru Raka menghampiri kamar Sena.
Berkali-kali Raka mengetuk pintu kamar itu, tidak ada jawaban. hanya saja Raka mendengar suara isakan yang ia yakin itu adalah Sena.
“Sena, ayo aku jelasin dulu,” ucap Raka sambil berharap Sena membuka pintu itu.
butuh waktu hampir sepuluh menit hingga akhirny Sena mmebuka pintu itu. Raka bisa melihat jelas wajah Sena yang sembab.
Sena hanya menatap Raka sekilas, dan tanpa berlama-lama Sena menaraik Raka agar menjauh dari tempat itu. Sampai akhirnya Raka memutuskan membawa Sena ke dalam mobil.
Sena menunduk, Raka dengan pikirannya juga hanya terdiam tanpa berani berbicara.
Sesekali Raka melirik Sena yang berusaha keras menahan tangisnya.
Berkali-kali Raka mengumpat dalam hati pada dirinya sendiri sebab ia sudah sangat mengecewakan Sena.
“Sen—“
“Brengsek,” potong Sena tanpa menatap Raka.
Raka menghela napasnya, ia kemudian berusaha meraih jemari Sena.
Sena menoleh pada Raka kemudian ia memukul pundak Raka keras. “Jahat lo, jahat ….,” ucap Sena.
Raka hanya terdiam membiarkan Sena mengeluarkan semuanya.
Tiba-tiba saja Sena mengeluarkan ponselnya dan melemparnya pada Raka. “Baca!”
Perlahan Raka mengambil ponsel itu kemudian ia membaca rentetan pesan dari Nana. Lalu Raka menarik napasnya dalam.
“Aku ga—“
“Kamu udah sejauh apa sih sama dia, Ka?”
“Ciuman udah, cuddle juga udah, jalan diem-diem juga udah.”
“Terus apalagi?”
“Having sex juga?” Tanya Sena membuat Raka buru-buru menggeleng.
”Anjing tau gak.”
“RAKA BRENGSEK!” Tiba-tiba saja Sena berteriak histeris dengan isakan tangis yang terdengar menyakitkan.
Raka tidak menjawab, ia hanya memeluk Sena erat.
“Lepasin Ka. Lepasin.” Sena berontak namun Raka semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku salah apa sih, Ka, sama kamu?” Tanya Sena.
“Aku tau, aku masih banyak kurangnya. Aku tuh gak sempurna Ka. Masih banyak cacatnya.”
“Tapi kenapa …,” Sena terisak di pundak Raka, sedang Raka ia masih setia memeluk Sena erat.
“Tapi kenapa kamu jahat banget sama aku …,” lirih Sena.
Sena memukuli pundak Raka berkali-kali sambil menangis.
“Aku juga kesusahan buat lawan ketakutan aku perihal kehilangan kamu, Ka. Tapi kenapa sih kamu tega banget?”
“Kenapa gampang banget kamu hancurin aku gitu aja dengan alasan kamu yang capek karena merasa aku selalu neken kamu.”
Sena masih terisak dan Raka masih terdiam.
“Capek …”
“Raka capek …,” lirih Sena lagi menangis begiuu tuh menyakitkan.
Raka tidak bisa menjawab. Sebab semua yang Sena katakan itu benar adanya.
Bajingan
“Aku juga gak mau kayak gini. Aku juga gak mau punya ketakutan sebesar ini. Tapi aku gak bisa, aku takut Ka.”
“Padahal kamu sendiri tau ketakutan aku itu apa. Tapi kenapa sih kamu malah sengaja deketin sumber ketakutan aku?”
Sena terus saja bertanya pada Raka perihal kenapa lelaki itu tega membuatnya hancur.
“Sekarang kebukti, kan? Ketakutan yang selama ini ada dipikiran aku sekarang bener-bener kamu lakuin.
“Sakit Ka. SAKIT RAKA!” teriak Sena dalam pelukan itu.
“Maaf …,” lagi, Raka hanya bisa meminta maaf.
“Aku udah dibikin hancur sama Papa. Dan sekarang dibikin makin hancur sama kamu.”
“Muak banget aku denger kata maaf.”
“Lepasin, Ka …,” pinta Sena membuat Raka menggeleng.
“LEPASIN!” Teriaknya sambil berontak membuat Raka mau tak mau melepaskan pelukan itu.
“Anjing lo emang,” umpat Sena lagi.
Sungguh, rasanya Sena ingin menghancurkan apa yang ada di hadapan semuanya.
Ini benar-benar sakit.
Sena tak kuasa menahan tangisnya lantas ia kembali menangis keras sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Di sampingnya ada Raka yang juga tengah mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh begitu saja.
“Udah puas kan nyakitinnya? Sekarang kita selesai aja.”
“Udah hancur.”
“Gak ada yang bisa diperbaikin.”
“Sekali pun kamu maksa buat balik, rasanya gak akan sama. Karena kamu sendiri yang bikin hancur.”
“Sen …,” ucap Raka berusaha meraih tangan Sena.
“Gak usah nemuin aku lagi, Ka. Udah selesai.”
Sena langsung keluar dari dalam mobil Raka tanpa basa-basi, ia bahkan menutup pintu dengan sangat keras.
“Anjing lo Raka anjing,” umpat Raka pada dirinya sendiri sambil memukul kemudi berkali-kali.
Lalu tanpa Raka tahu. Di dalam kamar, Sena kembali menangis sendirian. Ia menangis sangat keras sebab ia sadar. Jika ternyata orang yang dari dua tahun lalu menjadi tempatnya bersandar setelah dihancurkan oleh Papa, kini orang itu pun menghancurkannya. Bahkan lebih parah.
“Gue tau gue banyak kurangnya, tapi kenapa lo jahat banget, Ka.”
“Gue sesayang itu sama lo, Ka …,” isak Sena memeluk tubuhnya sendiri di dalam