Gak bakal ada yang pergi
Waktu menunjukan pukul dua siang, dan benar saja, hari ini Haikal pulang cepat.
Haikal buru-buru turun sesaat setelah ia sampai di rumahnya.
“Aku pulang,” ucap Haikal sedikit berteriak sambil membuka pintu.
“Yayah!” Caca yang tadinya tengah menonton televisi tiba-tiba saja berlari ke arah Haikal sambil merentangan tangannya membuat Haikal berjongkok dan memeluknya.
“Aduh, cantiknya ayah,” ucap Haikal memeluk Caca kemudian mengecupnya.
Caca terkekeh, ia kemudian mengalungkan tangannya ke leher Haikal, meminta agar Haikal menggendongnya.
“Kok udah pulang?” Tiba-tiba saja Ralita datang dari arah dapur sambil membawa sebuah piring berisi potongan buah mangga.
“Kan udah aku bilang tadi,” ucap Haikal.
Ralita kemudian duduk di sofa depan televisi, diikuti Haikal yang duduk tak jauh dari Ralita.
Ralita terkekeh. “Sini, duduk disini aja,” ucap Ralita sambil menepuk tempat kosong disebelahnya.
“Udah gak ngerasa bau?” Tanya Haikal.
“Sedikit, tapi gapapa kok. Sini, kangen,” ucap Ralita yang membuat Haikal tersenyum, kemudian Haikal menurunkan Caca dari pangukuannya, dan ia beranjak duduk di samping Ralita.
Tanpa aba-aba, Haikal memeluk Ralita. Sebab sudah hampir seminggu Ralita tidak ingin Haikal mendekatinya.
“Kangen banget.”
Ralita tertawa sambil mengusap pundak Haikal.
“Maaf ya, bawaan adeknya,” ucap Ralita memeluk Haikal erat.
Hanya tersengar suara televisi dan Caca yang tengah bernyanyi mengikuti apa yang tengah televisi itu tayangkan.
Haikal menatap Ralita. “Kenapa?” Tanya Haikal.
“Apa?”
“Murung.”
Ralita terdiam sejenak sebelum akhirnya ia kembali memeluk Haikal.
“Takut sedikit aja. Maaf bikin khawatir.”
Haikal menghela napasnya. “Takut apa? Apa yang ditakutin?”
“Haikal ...”
“Iya apa?”
“Jangan kemana-mana ya. Kalo aku ada salah jangan kemana-mana, kalo kamu ngerasa bosen atau banyak hal yang bikin kamu mulai gak nyaman sama aku, jangan kemana-mana ya,” lirih Ralita.
Dalam pelukan itu Haikal kembali menghela napasnya pelan.
“Jangan banyak takutnya, Ta. Berapa tahun aku nunggu kamu? Aku gak akan sebodoh itu buat lepasin kamu.”
Ralita mengeratkan pelukannya.
“Maaf ya cantik, buat kejadian tempo lalu, maaf jadi bikin kamu mikirin banyak hal yang gak baik,” ucap Haikal kemudian mengecup pucuk kepala Ralita.
“Kita sama-sama disini, gak bakalan ada yang pergi, ok?”
Ralita mengangguk pelan membuat Haikal terkekeh.
Haikal menatap Ralita, kemudian jemarinya bergerak mengusap perut yang sudah membuncit itu.
“Adek, marahin aja ibumu ini, biar gak mikirin hal yang aneh-an—“ belum sempat Haikal menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja ia dikagetkan dengan sebuah tendangan yang berasal dari perut Ralita.
“Eh, nendang. ADEK NENDANG HAHA,” Haikal tertawa.
“Kakak sini, adeknya mau main sini cepet,” ucap Haikal pada Caca yang langsung membuat Caca turun dari sofa dan menghampiri Ralita juga Haikal.
“Adeknya gelak, yah?” Tanya Caca dibalas anggukan oleh Haikal.
Ralita terkekeh, kemudian ia mengarahkan tangah Caca ke perutnya.
“IH ADEK GELAK-GELAK!” Caca berteriak senang, membuat Haikla dan Ralita tetawa.
Haikal menatap Ralita, Caca dan juga calon anaknya secara bergantian. Kemudian setelah itu, Haikal menarik Ralita dan Caca agar masuk ke dalam pelukannya.
“Kesayangan ayah, sehat-sehat ya kalian,” ucap Haikal mengecup mereka berdua secara bergantian.