Gagal.
“ANJING!” Umpat Jauzan ketika hampir saja ia bertabrakan dengan mobil yang tiba-tiba menyalip dari arah berlawanan. Untung saja Jauzan dengan lihai membanting stirnya ke arah kiri.
Saat ini, Jauzan sedang dalam perjalanan ke rumah Ocean. Pikirannya tak karuan apalagi membaca pesan terakhir yang dikirimkan Ocean. Lelaki itu segera kembali melajukan mobilnya menuju rumah Ocean dengan kecepatan di atas normal.
Pikirannya kacau, apalagi setelah sebelumnya ia baru saja mengambil hasil pemeriksaan yang Ocean lakukan tadi pagi.
Perlu waktu hampir 15 menit untuk sampai di rumah itu, dan buru-buru Jauzan menghampiri Ocean.
Lelaki itu berlari ke dalam rumah mencari Ocean bahkan ia lupa menutup pintu.
Helaan napas lega terdengar ketika melihat Ocean sedang duduk di sofa.
Ocean sadar dengan kedatangan Jauzan lantas ia segera berdiri.
Tanpa basa basi Jauzan langsung memeluk Ocean yang menangis di pelukannya.
“Sakit, sakit, sakit. Di sini sakit,” ucap Ocean sambil memukul dada sebelah kirinya.
“Napasku bener-bener nggak lega, Mas. Rasanya sesak, sakit …,” lirih Ocean.
Jauzan memeluknya erat. Hatinya bahkan ikutan nyeri.
“Aku cuma takut, aku cuma takut, Mas …,” lirih Ocean lagi.
“Aku gak mau anakku sakit, aku gak mau.”
Isakan Ocean semakin kencang, ia bahkan meremas lengan Jauzan sampai memerah sebab ia menahan rasa sakitnya.
“Sayang …,” gumam Jauzan.
“Denger aku,” ucapnya sambil menangkup wajah Ocean.
“I’m here, ok? You’re not alone,”
”I’m not going anywhere”
Ocean mengangguk.
Jauzan menghela napasnya kemudian ia kembali memeluk.
“Mas …”
“Aku malu,” ucap Ocean lagi.
Jauzan terdiam.
“Satu hal yang belum kamu tau, Mas.”
“Tentang Aciel …,” ucap Ocean terjeda beberapa saat.
“Hadirnya Aciel itu karena kecelakaan, Mas. Kalo aja waktu itu aku gak mikir panjang, Aciel gak bakal ada di sini Mas. Kalo aja saat itu aku gak bisa nahan kegilaan aku karena kesalahan aku sendiri, Aciel gak mungkin ada di sini sama aku.”
Demi apapun, Jauzan baru tahu fakta ini.
Jauzan enggan berbicara, ia malah memeluk Ocean semakin erat.
“Mas, aku gila, aku hampir mati. Berkali-kali aku coba bunuh diri dulu. AKU HAMPIR MATI, MAS!” Ocean berteriak sambil menangis.
“Waktu itu aku pikir semuanya bakal baik-baik aja karena lelaki itu gak lari. Tapi ternyata dugaan aku salah, Mas. Di saat topanganku cuma dia, dia malah yang paling keras nyakitin aku.”
Tangan Jauzan mengepal.
“Mas …”
“Aku nggak layak, hidup aku udah hancur. Aku gagal, semua hal yang ada di diri aku cuma kegagalan. Hidupku cuma kesialan.”
Ocean menangis.
“Mas gak tau, kan? Kalau kenyataannya diri aku ini hina. Bahkan Mas, Mama aku aja nggak sudi ngurusin aku, Ayahku juga udah bahagia sama keluarganya. Sedangkan aku, Mas? Aku sendirian. Aku nggak punya siapa-siapa selain Agam waktu itu.”
“Mas …”
“Maaf,” ucap Ocean meminta maaf.
“Maaf karena kamu harus mencintai perempuan sehina aku, aku nggak layak buat dapet cinta sebanyak itu dari kamu atau pun orang lain.”
“Lihat sekarang. Satu-satunya harta aku, dunia aku, orang yang udah bikin aku bertahan sampai sekarang malah benci dan pergi dari sisi aku, Mas …”
Ocean menangis, ia menangis sangat kencang.
“Aku gagal, aku gagal, AKU GAGAL MAS!” Ocean berteriak dengan tangisannya yang sangat kencang.
Berkali-kali Jauzan menggeleng dengan pelukannya yang semakin erat.
“Nggak, kamu gak gagal. Kamu layak, kamu layak buat dapet cinta dari semua orang termasuk aku.”
Ocean terus menggelengkan kepalanya seolah tutup telinga atas perkataan Jauzan. “Nggak mas, NGGAK!”
“AKU GAGAL, AKU GAGAL, AKU GAGAL!”
“AKU GAGAL MAS YA TUHAN! AKU GAK LAYAK!” Teriak Ocean seperti orang yang hilang kendali.
“Denger, DENGERIN AKU OCEAN!”
Napas Jauzan memburu. “AKU GAK PEDULI SAMA SEMUANYA. AKU GAK PEDULI SAMA MASA LALU KAMU,” ucap Jauzan penuh penekanan.
Ocean semakin terisak.
Mata Jauzan memerah. “Aku gak peduli Ce, yang aku tau sekarang itu kamu. Aku mau kamu, aku cuma mau kamu. Aku gak peduli seburuk apa masa lalu kamu.”
“Kamu layak, kamu layak, kamu benar-benar layak Ocean. Aku cinta kamu, aku sayang kamu.”
Jauzan kembali memeluk Ocean yang masih menangis.
“I love you, I love you so much, Ocean.”
“Mas maaf …,” lirihnya lagi.
Jauzan mengangguk, ia kemudian melayangkan ciuman di puncak kepala Ocean.
Demi apapun, Jauzan rela mengorbankan banyak hal demi Ocean, sebab ia sangat mencintanya.
Isakan tangis Ocean perlahan mereda, napasnya mulai teratur, begitu juga dengan Jauzan.
Ocean melepas pelukan itu, kemudian ia menatap Jauzan.
Jauzan menatap balik Ocean kemudian tersenyum. “Udah ya nangisnya, capek …,” ucapnya sambil mengusap air mata Ocean membuatnya mengangguk.
“Oh iya,” ucap Ocean tiba-tiba.
“Hasil pemeriksaannya aman, kan?”
Ah benar, tadi Jauzan datang sambil membawa hasil pemeriksaan.
Seketika pikiran Jauzan teralihkan, ia lantas terdiam.
“Mas?”
“Mana?”
Jauzan menghela napasnya dan kembali memeluk Ocean membuat Ocean kebingungan.
“Maaf, aku minta maaf,” ucap Jauzan.
“Ada yang nggak beres sama jantung kamu, Ce.”