Ego

Kedua mata orang yang kini berdiri berhadapan itu saling menatap.

Ocean, perempuan itu kini tengah menangis di hadapan Agam yang tengah menatapnya lekat.

Sesak, sesak sekali rasanya.

Saat ini Agam dan Ocean tengah berada di depan gerbang rumah Bunda.

Ocean menangis, namun tangisannya hanya sebatas air mata yang terus saja keluar tanpa bisa ia tahan sampai-sampai hanya hening yang terdengar.

Agam menggerakan tangannya perlahan untuk mengusap air mata Ocean.

Lagi-lagi, Agam membuat semuanya terasa menyakitkan.

“Besok, ya? Besok aku janji buat bawa pulang Ciel ke kamu,” ucap Agam berusaha menenangkan.

Ocean yang tadinya menunduk perlahan mengangkat kepalanya menatap Agam. “Aku, serendah itu, ya, Gam? Sampai-sampai Bunda kamu gak percaya buat biarin Ciel tinggal sama aku.”

Agam terdiam.

“Aku ibunya Gam, aku yang ngandung dia, aku ibunya Agam …,” ucap Ocean lirih.

“Aku ngerti, di sini emang aku gak pernah bisa lawan Bunda kamu. Aku juga sadar kok, kalau aku emang bukan perempuan hebat kayak yang lain.”

“Tapi kenapa sih, Gam? Dari dulu, bahkan sampai sekarang ada Ciel, Bunda selalu ngambil orang-orang yang aku sayang?”

Ocean menangis.

“Aku …”

“Aku kehilangan kamu, dan sekarang aku juga harus kehilangan Ciel cuma gara-gara ego Bunda?”

Ocean menjatuhkan dirinya dan kembali menangis, namun kali ini ta gaisannya cukup keras membuat Agam sigap membawa Ocean ke dalam pelukannya.

Agam hanya diam, lantaran ia juga menyadari apa yang tengah terjadi.

Lidah Agam selalu kelu dan berakhir diam setiap kali melihat Ocean menangis. Dan lagi-lagi hanya kata maaf yang keluar.

“Maaf …,” gumamnya.

Agam memeluk Ocean erat. Dan sialnya, rasa sesak sekaligus rindu menyatu ketika Agam memeluk erat tubuh itu.

Tangisan Ocean, Agam benci itu.

Agam benci ketika melihat Ocean menangis, namun ia terlalu payah.

“Aku cuma punya Ciel sekarang …,” lirih Ocean dalam pelukan itu.

“Jadi tolong, tolong jangan bikin aku kehilangan hidup aku, Gam.”

“Udah cukup aku kehilangan kamu karena ego Bunda …”

Ocean kembali menangis, sedangkan Agam, ia terus saja memeluk tanpa mengatakan sepatah kata apapun.