Dirga

Dirga berusaha mengatur napasnya agar kekhawatirannya segera mereda. Lelaki itu merapikan lengan kemeja yang ia pakai sebelum turun. Lalu menoleh ke arah samping.

“Yuk turun” ucap Dirga pada Ariel yang juga kini tengah berusaha meredakan kekhawatirannya.

“Beneran mas?” Tanya Ariel

Dirga mengangguk, lalu menggenggam tangan Ariel. “Kita coba ya? Jangan khawatir”

Ariel menghela napas, lalu mengagguk mengikuti permintaan Dirga.

“Assalamualaikum” salam Ariel

Terdengar suara seorang wanita parug baya dari dalam sana “Waalaikumsalam”

“Eh ini anak bunda tumben kesini sama siap—“

“Sore tante...” ucap Dirga saat wanita paruh baya itu menoleh ke arahnya.

“Eh, ini siapa neng?”

“Kenalin tante, saya Dirga”

“Temennya Ariel ya? Eleuh, ayo masuk-masuk”

Dirga tersenyum lalu mengangguk dan masuk ke rumah itu.

“Bun, papa ada?” Ucap Ariel begitu mereka duduk

“Ada di atas, sebentar bunda panggil”

Dirga menggenggam tangan Ariel yang terlihat cemas. “Jangan takut” bisik Dirga

Tak lama suara seorang pria paruh baya terdengar. “Loh neng? Sama siapa?”

Dirga berdiri untuj memberi salam pada ayah dari perempuan di sampingnya itu “Sore om, perkenalkan saya Dirga”

“Ya, ada apa ini? Tumben neng Ariel bawa laki-laki ke rumah? Kamu siapanya anak saya?”

Jujur saja, jantung Dirga berdetak sangat kencang, bahkan kini hawa di ruangan terasa sangat panas.

“Maaf om sebelumnya, saya datang kesini ingin meminta izin untuk meminang putri om yaitu Ariel”

Pria paruh baya itu menatap Dirga lekat. “Punya apa kamu sampai-sampai berani meminang putri saya?”

“Pah, dia atasan neng di kantor” sahut Ariel pelan.

“Hanya atasan? Apa alasan kamu sampai berniat seperti itu?”

“Karena saya menyayangi putri om, saya tulus, bahkan saya sudah menyukai putri om sejak lama”

“Oke, terus?”

Dirga diam sebentar.

“Kenapa diam? Apa kamu cuma main-maik dengan anak saya?”

“Saya menyayangi putri om, karena saya suka saat Ariel memperlakukan kedua anak saya dengan baik, saya suka saat Ariel berbicara, saya suka saat Ariel tersenyum, saya suka semua yang ada di diri Ariel. Saya serius, oleh karena itu saya berani memimta izin untuk meminang putri om”

“J-jadi, kamu punya anak?” Sahut wanita paruh baya yang duduk di samping ayah Ariel.

Dirga mengangguk ragu “i-iya tante”

“Kamu punya anak tapi berani dekatin anak saya? Gak, saya gak setuju”

“Saya gak mau anak saya nikah sama lelaki yang pernah gagal dalam beruma tangga, saya gak mau anak saya mengalami itu lagi.”

“Pah..” ucap Ariel lirih

“Tapi mas Dirga tulus sama aku pah, dia sayang sama aku”

“Om, saya janji gak akan biarin anak om merasakan kegagalan dama berumah tangga, saya akan belajar dari masa lalu om”

“Saya bilang enggak ya enggak. Sekeras apapun kamu berusaha, saya tetap tidak akan setuju, saya gak sudi restuin anak saya nikah sama lelaki duda kayak kamu. Gak pantes! Gimana ngurusin anak saya kalau kamu sendiri pernah gagal. Saya gak mau anak saya di suruh-suruh jaga anak kamu nanti!”

“Sekarang pergi!

“PAH!!” Ucap Ariel meninggi

Dirga tersenyum kecut

“Maaf jika memang status saya sebagai lelaki yang pernah gagal berumah tangga membuat om merasa jijik, tapi itu juga bukan kemauan saya, dan saya juga suka berusaha keras agar itu semua tidak terjadi. Saya tulus sayang sama anak om, say—“

“PERGI!! Saya gak akan pernah setuju gak akan. Sekarang lebih baik kamu pergi sebelum saya semakin marah. Ariel gak pantes dapetin kamu!”

Lagi-lagi Dirga tersenyun kecut, lalu mengehal napas panjang.

“Baik kalau begitu terimakasih banyak om atas waktunya maaf menanggu, saya pamit. Assal—“

“Mas aku ikut pulang”

“Gak, diem kamu disini!” Ucap Ayah Ariel.

Dirga tersenyum ke arah Ariel mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja.

Ini sakit, sangat sakit. Apa kegagalan yang pernah terjadi di masa lalu membuat orang lain merasa jijik dan memandang rendah status Dirga?

Dirga kalut, Dirga kacau, ia bahkan tidak pernah mengira akan sesakit ini. Dirga hanya bisa tersenyum seolah ia baik-baik saja, padahal tidak, ia tidak baik-baik saja sekarang.