Dia Putri Kesayangan Saya.
Dengan ragu, Caca keluar dari mobil yang ia tumpangi bersama temannya—Bara.
Demi apapun, jantung Caca tidak karuan. Pasalnya, ini kali pertama Caca berani keluar bersama dengan seorang laki-laki tanpa izin terlebih dahulu pada sang ayah. Alasannya karena tadi, ketika mereka hendak pergi, Haikal tidak ada di rumah. Dan juga Bara yang sudah menunggu di depan rumah.
Caca menatap Bara yang berdiri di sampingnya.
“Tenang gue gak takut,” ucap Bara percaya diri.
Lantas tak lama mereka pun melangkah masuk. Dan benar saja, ada Haikal disana. Tengah duduk sambil menyilangkan kedua tangannya dan menatap dua insan yang baru saja masuk.
“Telat dua detik,” ucap lelaki paruh baya itu.
Caca hanya menyerengah. Sedangkan Bara lebih dulu berjalan mendekat ke arah Haikal lalu menyalaminya.
“Selamat malam om, hehe. Saya Bara anaknya Zidan, sobat sehidup semati om Haikal,” jelas Bara membuat Haikal menatapnya.
“Gak nanya,” jawab Haikal emmbuat Bara menelan salivanya.
“Kakak masuk dulu, ayah mau ngomong sama Bara,” ucap Haikal membuat Caca mengangguk lantas pergi.
“Duduk,” ucap Haikal pada Bara membuat lelaki itu segera duduk.
“Jadi kam—“
“Om, saya gak aneh-aneh kok sumpah serius demi. Saya tadi cuma ngajak makan Caca makan pecel ayam. Terus beli boba, terus jalan-jalan keliling kota. SUMPAH!!’l cerocos Bara membuat Haika menatapnya aneh.
Haikal menggeleng. “Gak jelas, kayak bapak lo,” celetuk Haikal.
“Om please jangan pisahin saya sama Caca,” ucap Bara lagi membuat Haikal berusaha keras menahan tawanya.
Memang anak Zidan ini tidak ada bedanya dengan sang ayah.
“Bara …”
“Caca itu putri saya satu-satunya.”
“Saya selalu takut kalau Caca dekat dengan laki-laki. Saya gak mau liat putri saya sakit.”
Haikal menghela napasnya. “Saya gak larang kamu buat dekat sama Caca. Tapi saya cuma mau minta tolong.”
“Sekiranya kamu mau main-main lebih baik jangan dekati putri saya, ya? Syukur kalau memang kamu sayang sama Caca. Tapi saya gak mau dengar Caca sedih gara-gara kamu. Sekalipun kamu anak dari sahabat saya, jika sudah menyakiti putri kecil kesayangan saya. Saya gak akan segan buat ngasih pelajaran ke kamu.”
Bara mengangguk.
“Nikmatij waktu muda kalian, saya gak akan larang. Tapi tolong tahu batasan, ya? Jangan rusak putri kesayangan saya.”
“Karena kalau dia sakit, saya pun sakit. Jadi tolong ingat ucapan saya untuk tidak menyakiti Caca, ya, Bar?”