Cantik yang selalu cantik.

Sudah berapa lama, ya? Ralita disini? Mungkin sekitar delapan bulan?

Waktu pertama kali saya dengar jika ternyata Ralita sakit. Demi apapun, dunia saya rasanya hancur sekali. Kenapa harus Ralita? Dari sekian banyak orang, kenapa harus Ralita? Kenapa harus dia?

Berkali-kali saya bertanya pada Tuhan. Kenapa harus perempuan saya yang Ia pilih?

Saya takut, takut sekali. Saya tidak ingin kehilangan Ralita untuk kesekian kalinya.

Saya belum sepenuhnya memberikan kebahagiaan untuk Ralita. Bahkan selama ini saya masih merasa kurang dalam segala hal. Tapi kenapa Ralita selalu bilang jika dicintai saya saja sudah cukup?

Untuk pertama kalinya, selama saya kenal Ralita. Baru kali ini saya lihat dia selalu menangis perihal dia yang katanya sudah tidak cantik lagi.

Ralita salah, dia salah.

Di mata saya dia tetap yang paling cantik.

Ralita itu cantik dan akan selalu menjadi cantik.

Saya benci ketika dia menyalahkan dirinya sendiri perihal ia yang sudah idak seperti dulu. Saya benci itu.

Berkali-kali dia meminta maaf pada saya perihal ia yang tidak sehat. Berkali-kali juga ia meminta maaf pada saya sebab katanya, sekarang tubuhnya sudah tidak secantik dulu.

Tapi Ralita salah.

Bagi saya, dia selamanya akan menjadi cantik. Saya tidak peduli tentang fisik yang sudah berubah. Saya hanya ingin Ralita terus bersama saya.

Demi apapun. Jika saja bisa, saya ingin meminta pada Tuhan agar semua rasa sakit Ralita itu berpindah pada saya. Saya rela, saya rela menggantikan semua rasa sakit Ralita. Asalkan ia tersenyum.

Hati saya sakit sekali, saat saya melihat dia yang selalu tersenyum pada saya.

Saya harus apa?

Apalagi yang harus saya lakukan untuk Ralita?

Saya tidak ingin apapun. Saya hanya ingin hidup lebih lama lagi bersama perempuan saya.

Setiap hari. Saya ketakutan setiap hari sebab saya takut jika tiba-tiba saja Ralita meninggalkan saya.

Ralita.

Kalau bukan sama kamu dan anak-anak, saya harus hidup bahagia bagaimana lagi? Saya takut.