can i hug you?
Saras menggenggam erat pintu cafe itu. Berusaha menstabilkan detak jantungnya. Perempuan itu kemudian menghela napas, lalu melangkah masuk kesana.
Netranya menelisik setiap sudut tempat itu, mencari keberadaan seseorang.
Fokusnya teralihkan kala ia mendapati lambaian tangan dari meja yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
Orang itu tersenyum melihat kehadiran Saras disana.
akhirnya
“Emm ....”
“Hi, Sa.”
Perempuan itu tersenyum canggung, ketika netranya saling bertatap satu sama lain.
“Hi, Ras. it’s been a long time,” ucap Esa, lelaki itu.
“Gimana kabarnya?” Tanya lelaki itu.
Saras tersenyum, “baik. Kamu gimana?”
Lelaki itu tersenyum.
Ah, rasanya sudah lama sekali tidak berhadapan secara langsung dengan perempuan ini.
“Ternyata, udah empat bulan ya, Ras. Kita gak ketemu langsung kaya gini,” ia terkekeh pelan.
Esa menatap lekat perempuan dihadapannya ini.
Berbeda dengan Saras, sejak ia melihat Esa. Susah payah ia mengalihkan pandangannya agar tidak menatap lelaki ini.
“Saras ....” ucap Esa.
“Boleh liat aku sebentar?”
Saras menghela napasnya, kemudian ia menatap Esa.
Ah, tatapan ini. Tatapan yang hampir setiap hari Saras rindukan.
“Saras ...”
“Hmm?” Saras hanya bergumam pelan.
“Aku seneng,”
“Aku seneng kamu mau nemuin aku,” ucap Esa dengan sorot mata berbinar.
Saras hanya tersenyum.
“Jadi, ada apa?” Ucap Saras pelan, namun dengan sorot mata yang nyimpan banyak ketakutan.
Esa menghela napasnya.
“Saras, aku tau. Aku brengsek banget. Aku tau ak—“
“Sa,” Saras memotong ucapan Esa.
“Langsung ke intinya, aja, ya?”
Esa menatap Saras. Kemudian lagi-lagi ia menghela napasnya.
“Saras,”
“Iya?”
“can we go back to how things were before?” Esa berucap dengan tatapan yang sendu.
Saras terdiam.
“Saras ...”
“i still love you a lot”
“Nyatanya, kehilangan kamu. Aku gak pernah baik-baik aja, Saras”
Esa menghela napasnya, kemudia menatap Saras.
“Kasih aku kesempatan sekali lagi, ya?” ucap Esa lirih.
Entahlah, Saras benar-benar tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan saat ini.
Jujur saja, Saras senang mendengar jika ternyata Esa masih mencintainya. Tapi disisi lain, rasa kecewa Saras tidak benar-benar sembuh.
“Esa ....”
Saras tersenyum lalu dengan pelan ia memberanikan diri untuk mengusap pelan lengan lelaki itu.
“Esa .....”
“Kita udah selesai, dari lama. Gak ada lagi yang bisa diperbaikin.”
“Ras ....” lirihnya.
“Aku seneng, seneng banget. Denger kalau ternyata kamu masih mau aku, aku seneng, Sa.”
Saras mengusap pelan jari-jemari lelaki itu.
“Bukan, Sa. Bukan karena aku udah gak sayang sama kamu. Aku sayang, kok sama kamu. Sayang banget,”
“Tapi, Sa ....”
“Kita gak bisa jadi apa yang dulu kita jalanin.”
Sesak.
Itu yang mereka berdua rasakan.
“Jadi, kita gak bisa kembali, ya, Ras?” Ucap Esa pelan.
Saras menggelen pelan.
“Maaf.”
Esa tersenyum tipis. “It’s okay, Ras. Jangan minta maaf, hehe”
Matanya lelaki itu menyiratkan jika ia benar-benar tidak ingin kehilangan Saras. Bahkan untuk bernapas saja rasanya terlalu sesak.
“Cari perempuan lain, ya, Sa?”
Demi apapun, bukan hanya Esa. Tapi perempuan ini juga merasakan sesak luar biasa.
Esa menggeleng pelan.
“i can’t” ucapnya sambil terkekeh pelan.
Esa kemudian membenarkan posisi duduknya. Berusaha meredakan sesak yang sejak tadi menyeruak ke seluruh ruang dadanya.
“Esa, baik-baik, ya?”
Esa mengangguk.
“Maaf ....” ucap Esa.
Saras menggeleng “jangan minta maaf, gak ada yang perlu dimaafkan.”
“Saras ....”
“Hmm?”
“can i hug you?”
Saras menatap Esa, lalu dengan ragu ia mengangguk.
Esa tersenyum.
Lelaki itu kemudian beranjak dari duduknya, dan mendekat ke arah Saras.
Dengan pelan ia memeluk tubuh perempuan itu.
Ah, Esa rindu sekali aroma tubuh perempuan ini.
Tidak peduli jika pengunjung sana memperhatikan kegiatan mereka.
Saras hanya terdiam, berusaha merasakan dan meluapkan kerinduan yang memang ia tahan selama ini.
Dengan pelan, ia memeluk balik tubuh Esa denga sangat erat. Seolah ia tidak ingin kehilangan pelukan ini, lagi.
“Saras makasih ....” bisik Esa.
“Makasih karena udah ngajarin perihal jatuh cinta, kehilangan dan juga penyesalan .....”
“Makasih karena sempet jadi sesuatu luar biasa. Meskipun akhirnya aku juga yang ngelepas. Tapi aku seneng bisa jadi bagian dari hidup kamu, Ras ....” ucap Esa yang masih memeluk Saras.
Tanpa Esa sadari, Saras menjatuhkan air matanya.
Ia sangat mencintai lelaki ini. Tapi disisi lain, ia sangat kecewa pada lelakinya.
“Esa ....”
“Makasih juga,” ucap Saras pelan.
Kemudian Esa melepas pelukannya.
Lelaki itu menatap lembut Saras, lalu ia mengusap pelan wajah perempuan itu.
“Cantik ....” ucapnya tersenyum.
“Saras ....”
“Boleh gak aku ngabisin seharian ini sama kamu?”
“for the last time, hehe”
Saras tersenyum. Kemudian ia mengangguk.
“Ayo buat Ras, ayo buat kenangan terakhir sebelum kita benar-benar saling melepaskan.”