Bukan urusan saya.
Haikal menyeruput secangkir kopi dengan sebuah berkas genggamannya. Mata kecoklatannya menelisik, membaca setiap detail yang tertulis di kertas itu.
Di hadapannya, ada Arkanata yang tengah berbicara menjelaskan mengenai tujuan kedatangannya kali ini.
Hampir satu jam mereka membahas tentang pekerjaan. Hingga akhirnya Haikal mengangguk menyetujui pemaparan yang disampaikan oleh Arkanata.
“Oke, saya setuju.” Ucapanya sambil melepas kacamata yang ia pakai.
Arkanata tersenyum mendengar persetujuan dari lelaki dihadapannya.
“Senang bekerja sama dengan anda.” Ucap Arkanata yang kini menjulurkan tangannya untuk bisa berjabat tangan dengan Haikal.
“Terima kasih kembali.” Balas Haikal tersenyum.
“Apakah ada yang ingin disampaikan lagi?” Tanya Haikal sembari bersiap untuk pergi.
Arkanata terdiam.
“Baik, kalau begitu, saya pamit.” Ucap Haikal yang kini beranjak dari duduknya.
Baru saja Haikal melangkah, Arkanata menghentikan langkah kakinya.
“Haikal.” Ucapnya.
Haikal terdiam tanpa menoleh.
“Bukan salah Ralita.” Ucap Arkanata.
“Semuanya salah saya. Pernikahan kami cuma didasari bisnis antar keluarga saya dengan Angkara.”
Haikal masih berdiri tanpa menoleh pada Arkanata. Membiarkan lelaki itu menyelesaikan ucapannya.
“Saya kenal Ralita saat kami berada di semester dua.”
“she’s my best friend” ucap Arkanata.
“Ralita selalu menceritakan tentang kamu, Haikal.” Ucapnya, membuat perasaan Haikal ngilu mendengarnya.
“Harusnya saya tidak menjatuhkan hati saya pada Ralita. Seharusnya saya tidak egois dengan meminta kerja sama pada keluarga Angkara.”
“Maaf ....” lirih Arkanata.
“Maaf karena tanpa sadar saya sudah merebut perempuan kesayangan kamu untuk bisa jadi milik saya, dengan dalih berbisnis.” Ucap Arkanata membuat Haikal menoleh.
Lelaki itu kemudian menghela napasnya.
“She loves you,” Arkanata berucap dengan pelan
Haikal, lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu menatap Arkanata dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Ia melangkah mendekati Arkanata.
Jemarinya bergerak lalu menepuk pundak Arkanata.
Haikal terkekeh pelan.“Urusannya dengan saya apa?” Tanya Haikal tegas.
Lagi, Haikal menunjukkan senyum singkatnya.
“Saya sudah selesai dengan Ralita.”
Haikal menatap Arkanata.
“Dan. Saya. Gak. Peduli. Lagi.” Ucap Haikal penuh penekanan.
“Saya sudah tidak peduli perihal perempuan itu. Bukan urusan saya.”
“Sekarang lebih baik anda pergi, urusan kita hanya sekedar bisnis bukan?”
“Terima kasih.” Ucap Haikal lalu kemudian ia melangkah pergi dari sana.