Bodoh
Jalanan kota malam ini terlihat cukup kosong, sepertinya orang-orang lebih memilih beristirahat di rumah ketimbang jalan-jalan kesana-kemari.
Terdengar suara alunan musik dari dalam mobil itu, serta nyanyian kecil dari Raka yang tengaj fokus menyetir.
Sejak berangkat, Raka tidak melepas genggaman tanga sebelah kirinya pada jemari Sena. Bahkan berkali-kali Raka mengecup tangan itu.
“Mau makan dimana?” Tanya Sena pada Raka.
“Kamu mau apa?”
Sena berpikir sejenak. “Mau tongseng,” jawabnya sambil menyerengeh membuat Raka terkekeh dan segera mengacak pelan rambut Sena gemas.
“Boleh sayang,” ucap Raka.
Sena tersenyum, lantas ia mengeluarkan ponselnya untuk sekedar mengambil beberapa gambar.
“Foto dulu sini, udah lama gak foto,” ucap Sena.
Raka kembali terkekeh.
Selama perjalanan Sena dan Raka saling mengobrol dan bersenda gurau. Mereka tertawa seolah tidak ada hal menyakitkan di antara keduanya.
Entah itu Sena yang berusaha menepis atau Raka yang memang pintar menyembunyikan.
“Ganti dong lagunya,” ucap Sena.
“Tuh ganti aja dari hp aku,” balas Raka membuat Sena segera mengambil ponsel milik kekasihnya itu.
Netra Sena fokus memilih lagu yang sekiranya enak di dengar. Hingga tiba-tiba saja jantungnya terasa mencelos ketika ia membaca pesan masuk di ponsel Raka.
Sena terdiam, ia langsung menyimpan ponsel Raka ke tempat semula membuat Raka keheranan karena lagu belum juga terganti.
“Katanya mau nyari lagu yang enak?”
Sena terdiam.
Raka sadar akan perubahan raut wajah Sena. “Kenapa say—“
“Nana chat tuh,” balas Sena memotong membuat Raka terkejut namun ia sebisa mungkin mengontrol raut wajahnya.
“Nana?”
Sena hanya tersenyum tipis. “Baca aja, ngajak ketemu.”
Raka meneguk salivanya, ia tidak menjawab Sena dan buu-buru memeriksa ponselnya.
Sena menghela napasnya panjang. Demi apapun ini rasanya menyesakkan.
Sena kemudian menoleh pada Raka dan tersenyum. “Mau ketemu Nana?”
Raka menatap Sena yang tersenyum padanya.
Sorot matanya sulit diartikan oleh Raka.
“Ini Nana, dia itu Sen bentar jangan salaha paham dul—“
“Gapapa Raka. Kalo mau ketemu Nana sekarang boleh, siapa tau dia perlu bantuan karena Deva gak ada. Kita balik lagi aja.”
Raka terdiam, ia gelagapan. “G-gak gitu, ini Na-“
“Jadi mau ke Nana atau mau makan sama aku, Ka? Kalo mau ke Nana kita pulang lagi kalo mau makan kita terusin jalannya,” ucap Sena nemotong lagi.
“Kita makan,” ucap Raka yang segera menyimpan kembali ponselnya, lalu kembali fokus menyetir.
Sena hanya tersenyum tipis dan berusaha menahan napasnya supaya rasa sesak tidak terlalu menyakitkan.
“Oke,” jawab Sena singkat.
Raka melirik Sena yang kini tengah fokus menatap jalanna seolah tidak terjadi apa-apa.
”bodoh” batin Raka.