Banyak Bahagianya atau Sakitnya?

Sepertinya jalanan kota malam ini benar-benar mendukung. Tidak terlalu padat dan tidak terlalu kosong.

“Diem aja Zey,” ucap Deva menoleh sekilas pada Zeya yang sejak tadi hanya terdiam memperhatikan jalanan.

“Berisik ah.”

Deva hanya terkekeh.

“Katanya gak cupu, tapi gak ngobro—“

“DIEM DEV!”

Deva tergelak ketika Zeya tiba-tiba saja memukulnya.

“Sakit.”

“Ngomong terus ih, fokus tuh nyetir. Nabrak tau rasa,” ucap Zeya dengan raut wajah kesalnya.

Deva hanya tertawa pelan sebab menurutnya Zeya ini mudah sekali salah tingkah.

Jemari Deva bergerak untuk memutar musik.

“Suka lagu apa, Zey?”

“Apa aja,” jawab Zeya.

Deva hanya mengangguk, kemudian ia memutarkan lagu Ed Sheeran – Photograph

Musik terdengar, baik Deva dan Zeya, mereka berdua fokus pada pikirannya masing-masing.

Loving can hurt Loving can hurt sometimes

Zeya bersenandung mengikuti lirik lagu. Membuat Deva memperhatikannya sesekali.

Tiba-tiba saja Zeya terkekeh.

“Bener juga, ya.”

“Apa?” Sahut Deva.

“Kadang cinta bikin sakit, walau kenyataannya moment bahagia juga banyak,” lanjut Zeya membuat Deva memelankan laju kendaraannya.

Zeya menoleh pada Deva.

“Lo gimana, Dev?”

Deva tidak menjawab, ia malah memutar arah mobilnya entah kemana.

“Dih kemana ini?”

Perlu waktu hampir sepuluh menit hingga akhirnya Deva memberhentikan mobilnya di sebuah lapangan dengan danau dan lampu-lampu di hadapannya.

Deva merubah posisinya menghadap pada Zeya.

“Gimana apanya?” Tanya Deva menyinggung pertanyaan Zeya sebelumnya.

Zeya menatap Deva yang tengah menatapnya. Lantas perempuan itu terkekeh pelan.

“Gue kira gak bakal disambung.”

Deva hanya menyerengeh.

“Yaudah, jadi apanya yang gimana?”

“Ya lo gimana? Menurut lo cinta itu lebih banyak bahagianya atau sakitnya?”

Deva terdiam sejenak, sedangkan Zeya memperhatikan.

“Tergantung.”

Zeya mengangkat sebelah alisnya.

“Apa?”

“Tergantung orangnya. Tergantung pasangaannya juga.”

“Maksudnya?”

Deva terkekeh.

“Ya antara orang itu mau bahagia atau sakit. Kalo mau banyak bahagianya ya jangan bikin sakit, ngerti, gak?”

Zeya terdiam, lantas ia kembali berpikir.

“Tapi kan kadang yang awalnya bikin bahagia bisa aja bikin sakit?”

“Contihnya temen lo tuh si kampret Raka. Awalnya bikin bahagia Sena, tapi akhirnya apa? Brengsek banget!” Balas Zeya dengan raut wajah kesalnya membuat Deva tertawa.

“Haha, ya emang itu mah tolol,” jawab Deva.

“Iya sepupu lo gatel,” sahut ya membuat Deva kembali tertawa.

“Udah, jangan bahas orang lain.”

Zeya mengangkat sebelah alisnya. “Terus?”

“Bahas kita aja.”

Demi apapun, jantung Zeya benar-benar tak karuan.

Zeya berusaha mengalihkan fokusnya agar tidak terlihat sedang salah tingkah. Namun sayang, Zeyabterlalu payah menyembunyikan.

Deva benar-benar terus dibuat tertawa oleh tingkah Zeya yang galak namun dibalik itu dia sedang susah payah menahan rasanya.

“Zey …,” ucap Deva menatap Zeya.

Zeya menarik napasnya kemudian ia memberanikan diri menatap Deva dan lagi-lagi menampilkan wajah cueknya.

“Apa?”

Deva memperhatikan wajah Zeya. Cantik sekali ternyata.

Jemari Deva tiba-tiba saja bergerak membenarkan helaian rambut Zeya yang berantakan.

Sial. Zeya bisa-bisa dibuat mati mendadak oleh Deva.

“Ekhem.”

Deva terkekeh pelan.

“Gue tuh harus gimana ya Zeya biar lo percaya kalo sekarang gue suka banget sama lo?”

Zeya berdecih. “Ah buaya lo.”

“Zey.”

Zeya menatap Deva.

Demi apapun, sorot mata Deva benar-benar menenangkan.

Hampir satu menit mereka hanya saling menatap. Hingga tiba-tiba saja jarak di antara mereka semakin menipis.

Zeya memejamkan matanya ketika tiba-tiba saja bibirnya beradu dengan bibir tipis milik lelaki di hadapannya.

Jantung Zeya berdegup kencang. Lantas kemudian Zeya menjauhkan tubuhnya dari Deva membuat Deva terkejut.

”FIRST KISS GUE!” teriak Zeya panik.