Baik-Baik, Ya?

Netra gadis itu bergerak memperhatikan kerlip bintang di langit malam ini. Sambil sesekali memeriksa jam yang tertempel di tangannya, berharap yang ditunggu segera datang.

Hampir lima belas menit berlalu, hingga akhirnya ia melihat sosok yang ia tunggu.

Jinan, gadis itu melihat Jinan berjalan ke arahnya, dengan wajah yang terlihat kusut.

Sungguh, malam ini Jinan terlihat sangat berantakan. Tidak ada senyum manis menggemaskan seperti biasanya.

Tatapan mereka berdua bertemu ketika Jinan berdiri tepat di hadapan gadisnya.

Zianka-gadis itu tersenyum. “Hi …” ucapnya pelan, sedangkan Jinan tersenyum tipis.

“Kamu, udah makan, kan?” Gadis itu kembali berucap.

Zianka menatap Jinan khawatir, benar-benar khawatir.

Jinan terdiam. Sungguh, ia sangat takut.

“Jinan, aku ada bikin salah, ya?”

“Aku udah ngecewain kamu secara gak sadar? Jinan maaf, ya?” Zianka kembali berucap lalu terlihat gelengan pelan dari Jinan.

“Ji—“

“Bukan salah kamu,” potong Jinan.

Zianka terdiam.

Dengan berani, Jinan menatap netra gadisnya. Jemari Jinan kemudian bergerak mengusap sayang pucuk kepala gadisnya itu.

“Zia ….”

“Gak ada yang salah kok, bukan salah kamu, kamu gak ngelakuin apa-apa. Jangan minta maaf.”

Zianka menatap Jinan lekat. “Terus kenapa kamu minta udahan? Bosen, ya, sama aku?”

Jinan kembali menggeleng.

“Udah gak sayang aku, ya, Ji?”

Lagi, Jinan kembali menggeleng.

“Terus kenapa?”

Jinan menghela napasnya, sesak sekali rasanya.

“Cantik ….”

“Maaf, ya?”

Sungguh, Zianka benar-benar tidak mengerti kenapa Jinan lagi-lagi meminta maaf.

“Maaf … maaf … maaf,” gumam Jinan berkali-kali dengan jemari yang kini menggenggam erat jemari kecil milik gadisnya.

“Zia … maaf …”

”I got a girl pregnant.

Demi Tuhan, rasanya dunia Zianka saat ini benar-benar runtuh.

“Jinan ….”

Pemuda itu tertunduk menahan tangisnya.

“Maaf …. Maaf …. Maaf ….” Gumamnya lagi.

Zianka terdiam.

“Aku gak tau, aku gak sadar. Zianka maaf ….”

Demi apapun, Jinan sudah siap jika saat ini gadisnya marah, Jinan siap jika gadis ini memukulinya.

Gila, dunia Jinan rasanya hancur, sangat hancur.

Jinan benar-benar siap dengan konsekuensi yang akan ia terima setelah ini. Meskipun harus berakhir saling membenciz

Alih-alih menangis, justru Zianka menarik napasnya dalam, berusaha menghadapi masalahnya dengan kepala dingin.

Jemari kecil itu bergerak mengusap Jinan penuh sayang. “Sejak kapan, Ji?” Tanya Zianka lembut, bahkan nada suaranya benar-benar setenang itu.

“Aku tau kamu gak kayak gitu …” ucap Zianka lagi.

Jinan menggeleng. “Demi Tuhan, malam itu aku gak sadar. Aku bener-bener gak sadar. Zia maaf …”

“Aku tau aku bodoh. Tapi Zi, aku juga bahkan gatau perempuan itu beneran hamil atau enggak. Ini baru beberapa hari, rasanya terlalu cepet. Tapi aku juga gak inget Zia.”

“Maaf, maafin aku ….”

“Zia aku hina banget. Aku udah ngecewain banyak orang termasuk kamu, maaf, ya?” Lirih Jinan yang kini terisak.

Zianka masih terdiam membiarkan Jinan mengeluarkan semuanya.

“Aku bodoh, aku egois, harusnya aku gak gitu.”

“Zia, aku udah nyentuh perempuan lain, walau aku enggak tau apa yang udah aku lakuin itu apa aja karena aku pun gak sadar. Tapi aku bener-bener takut kalo ternyata itu nyata …”

“Aku harus tetap tanggung jawab, kan, Zi? Walau aku belum tau apa yang sebenernya terjadi. Tapi aku udah lakuin kesalahan fatal, dan aku harus perbaikin itu semua.”

“Zia maaf, maafin aku ….” Lagi, Jinan kembali meminta maaf.

Zianka menatap Jinan teduh.

“Mau peluk?” Tanya Zianka.

Jinan menatap Zianka terkejut. Namun sedetik kemudian Jinan memeluk erat Zianka.

“Maaf ….”

Jemari Zianka kembali bergerak menepuk pundak prianya. “Apa yang kamu tanam, itu yang kamu tuai. Dan apa yang kamu lakukan, itu yang harus kamu tanggung …”

“Jinan …”

“Aku sayang banget sama kamu, sesayang itu sampai kadang aku lupa kalo di dunia ini tuh ada yang namanya pertemuan dan perpisahan.”

“Zia maaf …” lirih Jinan lagi dalam pelukan itu.

Zianka mengeratkan pelukannya. Lalu tanpa Jinan ketahui, Zianka juga menangis.

“Aku gapapa ….”

“Aku gak marah ….”

“Makasih, ya?”

“Makasih udah jujur dan gak nyembunyiin apapun.”

Zianka menarik napasnya dalam berusaha menghilangkan rasa sesaknya. “Sekarang aku gak keberatan kalo emang kamu mau akhirin semuanya.”

“Nama perempuannya siapa? Cantik, ya?”

Dalam pelukan itu Jinan menggeleng.

Zianka melepaskan pelukannya, kemudian Zianka kembali menatap Jinan teduh.

“Jinan anak baik, hebat. Lelaki hebat.”

“Semua manusia pasti pernah lakuin kesalahan, termasuk aku, termasuk kamu. Tapi, Jinan bener-bener hebat. Tau, gak, karena apa?”

“Karena Jinan mau bertanggung jawab sama kesalahan yang Jinan lakuin.”

Jinan menunduk. “Maaf …”

Zianka tersenyum. “Gapapa, hehe …”

Zianka menghela napasnya, kemudian ia mengangkat kepalanya berusaha menahan air mata yang memaksa keluar.

“Jadi, kita udahan, ya?” Tanya Zianka.

Jinan terdiam.

Zianka terkekeh. “Jinan ….”

“Aku harap, kamu enggak nyakitin perempuan lain, ya? Termasuk perempuan itu. Meski katamu semua masalahnya masih abu-abu.”

“Jinan …”

“Makasih banyak karena udah jadi lelaki hebat yang gak lari dari masalah.”

Lagi-lagi Jinan hanya bisa menunduk dan menggumamkan kata maaf.

“Aku pulang ….”

“Baik-baik, ya?” pinta Zianka sebelum akhirnya ia pergi dari hadapan Jinan.

Dan malam ini, merupakan malam dengan skenario paling buruk bagi dua manusia itu.