ayo pulang

Saras itu selalu suka perihal apapun tentang Esa.

Bagi Saras, Esa itu lelaki kedua yang selalu mampu membuatnya tersenyum.

Entahlah, Saras bahkan tidak paham, mengapa dirinya amat sangat menyayangi Esa.

“Makan, jangan senyum terus, aku tau aku ganteng,” ucap Esa pada perempuan di sampingnya.

Saras terkekeh, ia kemudian mencubit pelan pipi lelaki itu.

“Abisnya kamu ganteng,” ucap Saras.

Esa tersenyum, ia lalu mengacak pelan surai perempuan itu.

“Makan dulu aja, ya? Aku mau nyari minum dulu ke warung sebrang,” ucap Esa yang dibalas anggukan oleh Saras.

Saras tersenyum memperhatikan punggung lelaki itu yang semakin menjauh.

Lagi-lagi, Saras jatuh pada lelaki ini.

“Esa, Esa, dasar ....” gumamnya sambil terkekeh.

Tiba-tiba saja Netra Saras terpaku pada sebuah ponsel milik Esa yang sengaja ia tinggalkan disana.

Demi apapun, rasa penasaran selalu membuncah tiap kali Saras melihat ponsel Esa.

Bukannya apa-apa, hanya saja sesekali, Saras penasaran tentang apa yang ada di dalam ponsel itu.

Tidak, Esa tidak pernah melarang Saras untuk memainkan ponselnya.

Hanya saja, Saras yang tahu diri. Ia paham, jika itu bukan haknya untuk selalu tahu apapun.

Baru saja Saras ingin melanjutkan makannya.

Tiba-tiba saja notifikasi dari ponsel Esa berbunyi. Bersamaan dengan Esa yang datang sambil menenteng kantung plastik

“Maaf lama, bibinya banyak yang beli,”

“Ayo pulang, Sa,”