Ayah
Malam itu, Haikal benar-benar datang ke rumah Ralita. Walau sebenarnya banyak ketakutan perihal bertemu orang tua perempuan itu.
Haikal menghela napasnya kala ia berdiri di depan pintu rumah itu.
Entahlah, tapi jantung Haikal saat ini bener-benar berdetak sangat cepat.
Baru saja Haikal akan mengetuk pintu, fokusnya teralihkan saat mendengar seseorang.
“Siapa?” Ucap orang itu dengan suara beratnya membuat Haikal menoleh.
sialan
Ini ayah Ralita yang tengah berdiri di belakang Haikal.
Haikal menelan salivanya. Ia terdiam.
“Mau nyari siapa?” Ucap Pria itu.
“S-say—“
Belum sempat Haikal menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba saja Ralita muncul dengan cardigan berwarna coklat yang sempat ia beli bersama Haikal waktu itu.
“Ayah!” Ucap Ralita.
“Ini Haikal, hehe” ucapnya lagi pada sang Ayah.
Haikal hanya menatap Ralita.
“Siapa? Pacar?” Ucap lelaki paruh baya itu.
Ralita terdiam.
“Iya, om,” ucap Haikal spontan membuat Ralita menoleh.
Lelaki paruh baya itu hanya diam menatap Haikal dari atas sampai bawah.
“Mau kemana malam-malam begini?”
“Itu yah, ma—“
“Maaf om, saya izin ngajak Ralita makan, boleh? Enggak jauh-jauh kok, cuma ke depan sana aja,” ucap Haikal.
Demi apapun, entah keberanian dari mana Haikal berani menjawab. Padahal sebelumnya ia sangat takut.
Ralita menatap sang ayah.
“Boleh, yah?”
Lelaki paruh baya itu lagi-lagi menatap Haikal dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Ya, jangan sampai malam.”
Ralita tersenyum kala mendengae izin dari sang Ayah.
“Enggak! Sebentar aja kok,” ucap Ralita tersenyum.
“Ayo Kal!” Ucap Ralita sambil menarik Haikal agar menjauh dari sang ayah.
“Makasih, om,” ucap Haikal.
Sebelum sempat mereka pergi, lelaki paruh baya itu berucap.
“Haikal,”
Haikal menoleh.
“Jangan macam-macam dengan putri saya.”