Apa kabar?

Haikal menghela napasnya, kemudian netranya beralih menatap dua orang yang tengah duduk di hadapannya saat ini.

Dalam hati Haikal berdecih, kala ia melihat siapa yang datang saat ini.

“Sudah lama tidak bertemu, Haikal?” Ucap seorang lelaki paruh baya itu. Sedangkan lelaki yang lebih muda hanya menatap Haikal sekilas.

Bibir Haikal menyinggung pelan, “Apa kabar, om?” ucap Haikal menekan setiap katanya.

Lelaki paruh baya itu terkekeh pelan, “hebat kamu, sudah bisa menjadi orang terpandang? Saya pikir kami tidak akan berhasil,” ucapnya lagi seolah meremehkan perkataan Haikal.

Yara yang berada di samping Haikal diam-diam menepuk punggung lelaki itu, berusaha menenangkannya.

Haikal terkekeh pelan, “Haikal yang sekarang bukan Haikal yang dulu, om.” Ucapnya.

Lelaki paruh baya ini. Seseorang yang dulu meremehkan Haikal, seseorang yang secara tidak langsung membuat dirinya hancur.

“Gimana kabar Ralita, om? Sudah bahagia?” Tanya Haikal tiba-tiba membuat Arkanata, lelaki yang berada dihadapannya itu tersedak.

Ayah Ralita tersenyum, “tentu saja, Ralita mempunya sosok laki-laki hebat seperti Arkanata.” Ucapnya sambil menepuk pelan pundak Arkanata disampingnya.

Jujur saja, Haikal sangat ingin memukul lelaki ini. Tetapi dengan susah payah ia tahan.

Ternyata dimatanya, Haikal masih terlihat rendahan, sama seperti dulu.

Haikal menatap Arkanata, kemudian ia terkekeh pelan, “baguslah, setidaknya Ralita tidak jatuh pada seseorang rendahan seperti saya.” Ucap Haikal kemudian meneguk segelas kopi di depannya.

“Jadi, ada apa kalian berdua datang kesini? Kerja sama apa yang mau kalian lakukan?”

Arkanata berdegem, “Perihal proyek pembangunan rumah sakit.” Ucapnya pada Haikal.

“Kami ingin bekerja sama untuk keberhasilan proyek itu ....”