Pernah tidak, kalian kehilangan satu-satunya orang yang sangat amat berarti di hidup kalian? Dimana orang tersebut sangat amat berarti dan sudah memberikan peranan besar dalam hidup kalian.
Pernah tidak, kalan kehilangan satu-satunya orang yang sangat amat berarti di hidup kalian? Sampai-sampai kehilangan orang itu menbuat kalian tak tahu arah jalan hidup.
Pernah tidak, kalian kehilangan satu-satunya orang yang sangat amat berarti di hidup kalian? Sampai-sampai ketika kalian kehilangannya kalian seolah mati rasa.
Hanya ada rasa kosong dan hampa yang menyelimuti.
Ditinggalkan oleh satu-satunya orang yang paling dicintai, benar-benar membuat Haikal hancur.
Sungguh, setelah ia kehilangan Ralita untuk selamanya sejak tujuh bulan yang lalu, hidup Haikal rasanya seperti tidak ada kehidupan di dalamnya.
Kosong, semuanya kosong.
Kehilangan Ralita-perempuannya, dunianya, semestanya, benar-benar membuat Haikal kehilangan semangat hidupnya.
Bahkan, sudah tujuh bulan semenjak kepergian perempuan itu, Haikal masih saja sering menangis sendirian di sudut kamar miliknya.
Bisa dibilang, kepribadian Haikal pun berubah sejak Ralita pergi. Tidak ada lagi Haikal yang hangat, hanya ada Haikal yang pendiam dan suka menyendiri. Bahkan kepada Caca dan Jinan, Haikal seperti tidak hidup.
Semenjak Haikal kembali bersama Ralita, Haikal benar-benar tumbuh bahagia. Tidak ada lagi luka dan kesedihan yang melanda hidupnya. Walau sesekali ada ketakutan perihal kehilangan.
Haikal tahu, ia juga paham, jika suatu hari, manusia pasti akan kembali pada pemlik-Nya. Haikal paham itu. Namun, demi Tuhan, Haikal tidak pernah berpikir juka ia akan kehilangan Ralita secepat itu. Bahkan disaat ia belum memberikan banyak hal untuk Ralita.
Masih banyak hal yang belum semoat mereka berdua lakukan. Masih banyak hal yang belum sempat tercapai, salah satunya menua bersama.
Haikal belum sempat melihat rambut Ralita memutih. Begitu pun Ralita.
Haikal belum sempat mengabulkan permintaan Ralita dimana ia ingin berfoto bersama dengan rambut yang sama-sama sudah memutih.
Demi apapun, Haikal tidak pernah berpikir bahwa ia akan bertemu dengan hari dimana ia tidak bisa lagi melihat Ralita di dalam hari-harinya. Haikal tidak pernah berpikir bahwa ia akan kehilangan Ralita secepat itu.
Berkali-kali Haikal menangis sebab ia kehilangan dunianya.
Tujuh bukan setelah kehilangan Ralita, Haikal memilih untuk menyibukkan dirinya dengan berbagai macam pekerjaan, guna melampiaskan kesedihannya sebab ia merasa kosong.
Haikal berkerja terus-terusan, sampai-sampai ia melupakan pesan terakhir Ralita dimana ia harus hidup sehat bahagia demi anak-anaknya. Namun, alih-aliy menuruti perkataan Ralita. Haikal malah terus-terusan menyibukkan diri sampai akhirnya ia jatuh sakit.
Katakan saja Haikal egois, sebab setelah kehilangan Ralita. haikal merasa jika dirinya lahbyang paling menderita. Padahal selain ia yang terluka, ada Caca dan Jinan yang juga tidak pernah siap kehilangan sosok ibu.
Tidak, bukannya Haikal tidak menyayangi kedua anaknya. Namun Haikal pun kesulitan untuk bangkit setelah kehilangan itu. Haikal kesulitan meyakinkan dirinya, jika tanpa Ralita ia akan baik-baik saja. Dan kenyataannya Haikal tidak pernah baik-baik saja.
Awalnya Haikal tidak pernah merasakan sakitnya itu seperti apa, ia selalu mengabaikan semua rasa sakit yang ia rasakan. Hingga akhirnya suatu hari, Haikal divonia menderita gagal ginjal. Dan demi apapun, hal itu benar-benar membuatnya semakin takut.
Haikal bodoh, ia bodoh karena secara tidak sadae menyiksa dirinya sendiri.
Sekali lagi, bukan hanya Haikalnyang terluka karena kehilangan, tetapi Caca dan Jinan juga sama terlukanya seperti Haikal.
Awalanya Haikal pikir, ia akan membaik. Namun ternyata salah, keadaan Haikal malah makin memburuk, membuat kedua anaknya semakin takut.
“Ayah jangan kemana-mana, ya? Kalau ayah pergi juga kayak ibu, kakak sama adek harus gimana, yah?” Ucap Caca waktu itu pada Haikal yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit.
Haikal hanya tersenyum tipis, mati-matian ia menahan semua rada sakitnya namun tetap saja kenyataannya ia begitu lemah.
Semenjak Haikal sakit, ia sering bermimpi jika ia akan bertemu Ralita kembali. Sudah sering ja bermimpi perihal Ralita yang datang ke sisinya guna meredakan rasa sakitnya.
Selama terbaring di rumah sakit, Haikal sering sekali membayangkan jika ia tengah berada di dalam sebuah rumah kecil dengan kebun hijau di halamannya.
Haikal begitu tersiksa, sebab ia hanya ingin Ralita di sampingnya.
Dan sekali lagi, kehilangan Ralita benar-benar membuat Haikal hilang arah, hancur, sakit, dan terluka berkali-kali. Sebab selama ini Ralita lah ang menumpu hidup Haikal dengan sangat kokoh, lalu setelah kehilangan itu, Haikalbenar-benar tidak bisa lagi menopang semua rasa sakitnya sendirian.
Entah sudah berapa kali Haikal mengatakan kepada Caca jika sebentar lagi ia akan bertemu Ralita.
Iya, semakin hari, penyakit Haikal ini semakin parah, membuat kedua anaknya sangat ketakutan.
Mereka takut jika akhirnya Haikal pergi seperti Ralita. Merekantakut ditinggalkan sebab jika Haikal pergi, harus dengan siapa mereka hidup?
Waktu itu, Zidan, Yara, Rais, serta Indra bahkan berkali-kali mengatakan jika Haikal ini terlalu egois. Haikal egois sebab akhirnya ia harus sakit hanya karena kehilangan Ralita.
Iya memang benar, jika dikihat daei audut oandang orang lain, Haikal sangat amat terlihat egois. Sebab ia terlihat tidak memikirkan keadaan dua anaknya.
Namun, orang-orang tidak mengerti, bagaimana Ralita yang sangat amat berpengaruh dalam hidup Haikal. Mereka tidak pernah mengerti sedalam apa Haikal mencintai Ralita. Mereka tidak pernah mengerti rasanya kehilangan satu-satunya orang yang sangat amat berarti.
Yanga Haikal lakukan saat itu hanya berbaring di ranjang rumah sakit, sambil sesekali mengatakan kepada kedua anaknya agar mereka berjanji untuk saling menjaga satu sama lainnya.
“Kalau nanti ayah beneran pergi, kakak harus janji sama ayah, ya? Jagain adek, jangan berantem, ya, kak?” Ucap Haikal kala itu pada Caca putri sulungnya.
“Adek juga, harus nurut sama kakaknya ya jagoan, ya? Nanti kalau adek sudah besar, adek harus janji buat jagain kakak, ya?” Ucap Haikal lagi pada si bungsu.
Keduanya hanya menangis sambil memeluk Haikal kala itu.
“Ayo janji sama ayah, buat sama-sama lindunngin satu sama lainnya, ya? Janji sama ayah buat jangan pernah ninggalin satu sama lain,” pinta Haikal dengan begitu lemahnya.
“Ayah selalu sayang sama kaka sama adek. Maaf ya nak, kalau akhirnya ayah harus sakit seperti ini.”
“Ayah sayang kalian, tapi ayah juga kangen banget sama ibu.”
“Boleh gak ayah minta sesuatu?”
“Nanti kalau ayah sudah gak ada, tolong tempatin ayah di samping ibu, ya? Biar ayah bisa tidur tenang di samping ibu,” pinta Haikal kala itu.
Waktu iti, tepatnya pukul emoat sore hari, Haikal yang memang susah sangat amat tak berdata tersenyum sambil memeluk potret dirinya bersama Ralita. “Sampai jumpa di rumah baru cantik ….” gumam Haikal sebelum akhirnya ia memejamkan matanya untuk selamanya.
Ah sungguh, Haikal ini terlalu mencintai Ralita, sampai-sampai di detik terakhir hidupnya Haikal memeluk potret dirinya bersama Ralita.
Katanya, Ralita itu takdir Haikal, namun kehilangan Ralita juga takdir Haikal.
Dan benar saja, kehilangan Ralita itu merupakan luka paling dalam dari segalanya bagi Haikal, hingga akhirnya Haikal memilih untuk ikut menyerah pada hidupnya.
Karena takdir, selalu tahu jalan pulang.
Dan karena takdir juga, Haikal kembali bersama dengan Ralita, disana, di surga sana. Mereka tidak perlu khwatirlagi akan kehilangan, sebab selamanya mereka akan selalu bersama. Meskipun ada banyak hal yang mereka tinggalkan di dunia.