Aa Maafin Adek
Dengan perasan kalutnya, Rechan berlari menuju rumah sakit.
Kacau sekali, kenapa bisa seperti ini? Baru saja dia ingin memberitahukan hal luar biasa pada Amingyu.
Rechan berlari dengan napasnya yang tak beraturan, ia takut, sangat takut.
“Aa ...” gumamnya selagi ia berlari.
Sorot matanya pun benar-benar memancarkan ketakutan luar biasa.
“Adek!” Teriak seorang pria paruh baya saat melihat Rechan tengah berlari ke arahnya.
Rechan segera memeluk tubuh lelaki paruh baya itu “Ayah ....” lirihnya.
Di sampingnya, ada mamah, yang tengah menangis, Rechan segera menghampiri wanita itu dan memeluknya.
“Mamah ....” ucapnya.
“Kenapa bisa kecelakaan?” Tanya Rechan dengan suaranya yang bergetar.
“Mobilnya hilang kendali” ucap Ayah.
Rechan menjatuhkan tubuhnya di depan ruang operasi itu.
Rechab beranjak saat melihat beberapa orang berlarian sambil membawa sekantung darah.
“Aa ....” lirihnya.
Bodoh, Rechan bodoh.
Ia bahkan belum semoat bertemu dengan Amingyu.
Tiba-tiba saja Rechan menangis.
“Ayah, aa ayah ....” lirih Rechan yang langsung di peluk oleh wanita paruh baya.
“Mamah aa ....” lirih Rechan.
-
Sudah hampir satu jam mereka menunggu disana, hingga tiba-tiba seseorang keluar dari ruangan itu.
“Dok, anak saya bagaimana?” Tanya Ayah.
Dokter itu menghela napasnya.
“Maaf .... pasien kehilangan banyak darah ....”
Rechan tertegun, jantungnya berdetak sangat kencang.
“Pasien dinyatakan meninggal ....”
deg
Tubuh Rechan melemas.
Tiba-tiba saja langitnya runtuh, dunianya hancur.
“Aa ....” lirih Rechan.
“AA!” Teriak Rechan yang langsung menghampiri Amingyu yang tengah terbaring disana.
“AA BANGUN AA!” Teriaknya sambil berusaha membangunkan Amingyu yang tengah memejamkan matanya.
“Bangun anjing bangun!” Teriaknya lagi.
Rechan berteriak, ia meraung, dunianya benar-benar hancur.
Kenapa jadi begini?
“Aa bangun ....” isakan terdengar sangat menyakitkan.
“Aa Echan baru aja selesai bikin cafe ....”
“Iya, Echan sibuk gara-gara ngurus ini. Aa, maafin Echan, maaf” Lirih Rechan.
“Aa bangun ....”
“Aa ....”
“AA BANGUN AA!” Rechan kembali berteriak sambil menangis.
“Aa, adek belim ketemu aa, adek belum sempet meluk aa, adek belum sempet liat aa ketawa. Aa bangun aa ....” ucap Rechan sambil memeluk tubuh pucat Amingyu.
“Aa, harusnya adek gak egois, harusnya adek ketemu aa, harusnya aa disni. Aa bangun ...” lirihnya.
Demi apapun, dunia Rechan benar-benar hancur saat ini.
Hari dimana harusnya ia berbahagia, hari dimana harusnya ia sedang bersama keluarga serta temannya, kini menjadi hari paling hancur yang pernah Rechan lalui.
Satu hal yang akan selalu Rechan sesali.
Menuruti egonya untuk tidak bertemu Amingyu di saat terakhir kali lelaki itu akan berangkat ke Aussie, hari dimana Rechan memilih untuk tidak menemui Amingyu.
Jika saja Rechan tau, jika hari itu adalah hari terakhir ia bertemu kakaknya, ia pasti akan melarang Amingyu untuk pergi, ia pasti akan menahannya, ia akan memeluknya.
Jika saja Rechan tau, ia tidak akan marah, ia tidak akan melakukan hal nodoh dengan memilih untuk menghindar.
Dan jika saja Rechan ingat, jika hari ini adalah hari bahagianya, ia tidak akan pernah sekalipun menolak ajakan Amingyu, ia pasti akan datang dan merayakan kebahagiaan ini bersama Amingyu.
Rechan menoleh saat Adjie, teman baik Amingyu menghampirinya.
“Echan, ini ....” ucap Adjie sambil memberikan sebuah surat yang sudah sedikit lusuh.
“Ini ada di tangan Aming sejak tadi ....”
“Baca ya.” Ucap Adjie sebelum akhirnyaboergi darisana.
Dengan pelan Rechan membuka surat itu.
Rechan terisak saat membaca setiap kata dari surat itu. bahkan tubuhnya pun sudah lelah karena terlalu lama menangis.
“Aa maaf, maafin adek ....” lirihnya lalu memeluk Amingyu dengan sangat eratz
Dan tepat pukul 22.40, Arga Mingyu Bagaskara, putra sulung keluarga Aryono Bagaskara, kakak kesayangan Rechan, menghembuskan napas terakhirnya.
“Aa ....”
“Rechan sayang pisan sama aa ....”