Arjeno segera pergi ke tempat kecelakaan itu, entah sekencang apa ia mengendarai mobilnya.
Tak butuh waktu lama, Arjeno sampai di lokasi, dan benar saja, disana sudah banyak orang, ambulance, serta polisi.
Arjeno berlari mendekat, kemudian ia melihat sebuah jasad yang sudah di tutup oleh kantung mayat.
Arjeno menerobos masuk tak peduli jika polisi menahannya.
Ia menangis kala membuka kantung jenazah itu.
“Kakak...” ucapnya sambil menangis.
“KAKAK INI GAK BENER INI BUKAN LO, BANGUN NAJENDRA!!” Teriak Arjeno.
“KENAPA LO NINGGALIN GUE ANJING, BANGUN!” Arjeno menangis, ia berteriak.
“Maaf, maafin gue kak, maafin gue, bangun Najendra bangun!” Arjeno terisak.
“Jangan ninggalin gue sendirian, Najendra maafin gue. BANGUN KAKAK BANGUN!!” Teriaknya sambil menangis.
“Gue gak punya siapa-siapa lagi, jangan ninggalin gue, please...”
“BANGUN NAJENDRAA BANGUN” teriak Arjeno lagi.
Arjeno benar-benar hancur malam itu, satu-satunya harta berharga yang ia punya, adik kesayangannya, ia melihat itu. Arjeno melihat Najendra yang sudah tak bernyawa.
“Kakak bangun... maafin gue kakak”
“Jangan ninggalin gue sendirian, please...” lirih Arjeno